Mohon tunggu...
Fahdi Batara Harahap
Fahdi Batara Harahap Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Menulis, Membaca, Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDIP "Menyerang" KPK

22 Januari 2015   21:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:35 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Polemik pencalonan Kombes Budi Gunawan sebagai calon Kapolri belum berakhir. Setelah Jokowi menunda pelantikannya sebagai Kapolri karena statusnya yang sudah menjadi tersangka oleh KPK, melalui pengacaranya BG mempraperadilankan KPK. Polemik pencalonan BG sebagai Kapolri akhirnya tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan kondisi politik. Penunjukannya yang tiba tiba karena masa kerja Sutarman yang masih sampai Oktober, kabar kedekatannya dengan petinggi partai penguasa membuat polemiknya semakin kental dengan aroma politik.

Indikasi lainnya adalah mengapa kemudian ketika sudah dicalonkan baru kemudian oleh KPK ditetapkan sebagai tersangka. Pertanyaan itu sudah di jawab KPK dengan menyebutkan kebetulan saja, tapi jika melihat kasusnya maka jawaban itu belum menjawab keseluruhan pertanyaan diatas.

Mungkin jawaban yang bisa saja berkaitan dengan pertanyaan itu adalah konfrensi pers PDIP pagi ini yang disampaikan oleh Plt Sekjen PDIP Hasto Kristianto (HK). Dalam kesempatan itu HK menyebutkan bahwa AS (inisial untuk Abraham Samad ketua KPK) pernah melobi PDIP agar dirinya dijadikan Wapres pendamping Jokowi.” Hasto menjelaskan, pertemuan itu dilakukan saat Jokowi tengah mencari Cawapres. Selama lima kali pertemuan digelar, dan Samad aktif ingin menjadi Cawapres.

"Kepada Bapak AS yang pegang institusi besar harus akui pertemuan itu. Inisiatif pertemuan itu didorong oleh tim sukses inisial D1 dan D2. Aktif lakukan lobi-lobi kepada kami. Salah satu contohnya pertemuan dilakukan di salah satu apartemen mewah di dekat apartemen PP," urainya. "Sudah selayaknya dan sepantasnya KPK dipimpin oleh putra putri terbaik bangsa yang tidak tergoda kepentingan politk demi memenuhi tanggung jawabnya. Tidak tergoda kekuasaan. Komisioner KPK harus lepas bebas dari kepentingan di luarnya," kata Hasto dalam jumpa pers di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta, Kamis (22/1/2015). (detik.com 21/1/2015).

Dalam kesempatan itu HK juga menyebutkan bahwa AS menyebut kegagalan dia menjadi wapres Jokowi karena ada orang lain yang membisiki Jokowi. "Maaf sebelumnya, saya sampaikan saat itu Abraham mengatakan, saya tahu karena saya sudah melakukan penyadapan. Yang menyebabkan kegagalan saya bapak Budi Gunawan," jelas Hasto membeberkan pengakuan Samad.

Informasi ini seakan memberi jawaban alternatif mengapa kemudian tiba tiba KPK menetapkan BG sebagai tersangka ketika sedang dalam proses pencalonan. Publik juga paham tidak seperti ini biasanya KPK dalam memproses sebuah kasus dimana biasanya sebelum dijadikan tersangka biasanya diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi. Jika kemudian informasi yang disampaikan oleh HK tadi dalam konferensi pers benar adanya yang disertai bukti maka polemik pencalonan BG sebagai Kapolri akan semakin melebar.

Dengan digelarnya konferensi pers ini juga membuka polemik baru yaitu perseteruan KPK dan PDIP karena ini menjadi indikasi bahwa PDIP melakukan “serangan balik” ke KPK. Calon yang mereka usung yakni BG di gagalkan begitu saja oleh KPK dengan memberi label tersangka maka PDIP pun membalas itu dengan menjadikan AS sebagai sasaran tembaknya. Polemik BG sebagai calon Kapolri akhirnya semakin jelas sebab dan musababnya.

Informasi yang disampaikan oleh PDIP juga semakin memberi penjelasan ke publik mengapa kemudian PDIP begitu ngotot tetap mencalonkan BG sebagai Kapolri dan terus meneruskan tahapan di DPR walau BG sudah di tetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ternyata PDIP memiliki informasi dan bukti yang cukup kuat untuk “menekan” KPK melalui Ketuanya.

Lagi lagi publik di beri tontonan bagaimana kemudianhukum dan politik dipermainkan begitu saja oleh mereka yang punya kepentingan sendiri. Hukum dijadikan alat untuk “menyerang” dan politik digunakan untuk “membalas” nya.

Salahkan kemudian jika ada persepsi di masyarakat bahwa KPK dalam menuntaskan sebuah kasus pilih pilih dulu sesuai dengan kebutuhannya. Mungkin KPK sudah tau informasinya tapi baru diungkap ke publik jika sudah saatnya dan ada momentumnya. Politik juga demikian, jika sudah saatnya maka sesuatu yang benar benar melanggar aturan mengapa baru diungkap di kemudian hari. Jika memang ada pertemuan PDIP dengan AS bukankah itu sudah indikasi adanya pelanggaran kode etik di KPK, tapi mengapa baru sekarang diungkap?.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun