Mohon tunggu...
Fahdi Batara Harahap
Fahdi Batara Harahap Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Menulis, Membaca, Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masih Perlukah Partai Politik?

15 Agustus 2024   13:32 Diperbarui: 15 Agustus 2024   13:32 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai politik merupakan salah satu elemen utama dalam sistem demokrasi di Indonesia. Sebagai wadah bagi partisipasi politik masyarakat, partai politik memiliki peran penting dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, membentuk kebijakan publik, dan menjaga keseimbangan kekuasaan dalam pemerintahan. Namun, dewasa ini, banyak yang mempertanyakan relevansi dan keberadaan partai politik dalam dinamika politik Indonesia. Pertanyaannya pun muncul, apakah partai politik masih diperlukan dalam konteks politik saat ini?

Sebagai negara demokratis, Indonesia telah melalui berbagai perkembangan dalam sistem politiknya sejak reformasi 1998. Partai politik menjadi fokus utama dalam proses demokratisasi di tanah air. Namun, banyak cobaan dan tantangan yang dihadapi oleh partai politik dalam menjalankan peran dan fungsinya. Beberapa kritik terhadap partai politik di Indonesia antara lain terkait dengan kualitas dan moralitas para kader partai, maraknya pragmatisme politik, seringnya isu korupsi yang melibatkan elit partai dan yang akhir- akhir ini menjadi pertanyaan public adalah masalah kedaulatan partai politik.

Kedaulatan partai politik merujuk pada kekuasaan dan hak partai untuk beroperasi sesuai dengan visi dan misinya. Hal ini mencakup kemampuan untuk menentukan arah politik, kebijakan, dan strategi yang akan diambil dalam mencapai tujuan ideal mereka. Kedaulatan ini penting agar partai dapat berfungsi secara independen dan efektif dalam sistem politik.

Tetapi pada prakteknya sekarang kedaulatan partai seperti tidak ada bahkan seperti di "remote" oleh pihak lain. Fenomena koalisi besar dan kotak kosong apada pilkada tahun ini memberikan Gambaran tentang kedaulatan partai. Partai yang sudah memiliki Keputusan mendukung calon A bisa kemudian berubah menarik atau bahkan berbalik mendukung calon yang lain. Partai yang memiliki kader potensial untuk menang di satu wilayah bahkan rela untuk kemudian memindahkan kader tersebut untuk berlaga di wilayah yang belum tentu potensial untuk menang.

Pilkada Jakarta menggambarkan bagaimana kemudian scenario kotak kosong akan lebih mungkin terjadi karena hampir semua partai bergabung ke dalam gerbong KIM. Pilkada Jawa Barat menunjukkan bagaimana Ridwan Kamil yang memiliki potensi untuk menang "dipaksa" untuk pindah dan bertarung pada wilayah baru. Contoh ini bisa memperlihatkan bagaimana partai politik seperti tidak memiliki kedaulatan untuk menentukan sendiri calon yang diusung dan dimana di tempatkan. Keputusan partai seperti sudah diarahkan oleh si pembuat skenario ntah itu karena tidak punya daya tawar atau memang sudah tersandera atau bahkan berhutang budi.

Salah satu esensi demokrasi adaalah adanya kontestasi dimana rakyat diberikan beberapa pilihan untuk memilih calon pemimpin mereka. Jika kemudian scenario kotak kosong lebih dipilih partai dengan bergabung kedalam satu koalisi besar lalu fungsi partai sebagai kaderisasi, penyalur aspirasi masyarakat kemana. Scenario kotak kosong sama saja dengan mengabaikan fungsi partai itu sendiri dan pada sisi lain mengabaikan keberadaan masyarakat sehingga seolah olah hanya partai yang berhak menentukan sendiri siapa calon pemimpin daerah.

Selain isu pilkada, mundurnya Ketua Umum Golkar juga menjadi erat kaitannya dengan kedaulatan partai. Jika dari sisi kinerja maka tidak ada alas an untuk Ketum Golkar untuk mengundrukan diri karena buktinya pada pemilu legislative jumlah kursi Golkar di DPR naik begitu juga pada Pilpres calon yang didukung juga menang. Artinya ada alasan lain yang tidak diketahui dibalik mundurnya Ketum Golkar yang kemudian berkembang isu ada kekuatan besar yang kemudian bisa "memaksa" beliau untuk mundur. Lagi lagi yang kita lihat kedaulatan partai seperti tidak ada karena partai sebesar Golkar saja bisa "diatur" pihak lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun