Megawati dan Jokowi kembali menunjukkan “kemesraan” didepan publik pada hari ini saat menghadiri seminar Dewan Guru Besar UI di Salemba dengan menaiki mobil yang sama. Sebelumnya Megawati juga menemani Jokowi blusukan diakhir pekan seperti datang ke waduk Pluit, Condet dan ikut menanam pohon dipinggir kali Ciliwung. Sebagai Ketua Umum Partai besar, publik tidak hanya melihat “kemesraan” ini hanya sebagai ritinitas biasa tapi tetap mengandung arti politis.
Sejak menjabat sebagai Gubernur DKI popularitas Jokowi terus naik bahkan dalam berbagai survey mengalahkan tokoh tokoh yang digadang gadang sebagai calon Presiden. Megawati sebagai Ketua Umum PDIP partai yang menaungi Jokowi pasti sudah memperhitungkan langkah politik yang akan diambil kedepan seiring terus melonjaknya popularitas Jokowi.Dalam konteks itulah mungkin bisa kita pahami sebagai salah satu alasan mengapa akhir akhir ini Megawati sering pergi bersama Jokowi untuk menghadiri suatu acara. Dari “kemesraan” Megawati- Jokowi itu juga kita bisa melihat beberapa pesan yang disampaikan.
Pertama, Megawati dan PDIP ingin menunjukkan ke publik bahwa Jokowi itu adalah kader partai yang loyal yang tidak akan mudah di “goda” oleh partai lain atau tokoh lain yang ingin bertarung dalam pilpres 2014. Memang dalam berbagai kesempatan Jokowi juga sering bertemu dan melakukan kegiatan dengan tokoh lintas partai tetapi PDIP ingin mengatakan bahwa jika memang ingin “meminang” Jokowi maka harus ijin dulu ke partainya. Dengan “kemesraan” ini PDIP memberi sinyal bahwa Jokowi adalah kader yang patuh pada kebijakan partai dan loyal kepada Ketua Umumnya.
Pada sisi lain Megawati dan PDIP ingin memberi penjelasan bahwa pada akhirnya yang memutuskan Jokowi maju atau tidak pada pilpres mendatang adalah partai dan tidak semata mata individu Jokowi. Hal ini mungkin ingin menjawab kepada beberapa kemungkinan yang sudah sering didengungkan ke publik misalnya Jokowi berduet dengan siapa atau PDIP akan berkoalisi dengan partai mana untuk mengusung Jokowi. Pada konteks inilah Megawati menyesalkan sikap sinisme terhadap partai politik. "Saya melihat gejala parpol sepertinya sudah tidak diperlukan lagi sehingga banyak wacana seseorang bisa jadi pemimpin kalau independen," jawab Mega.Padahal tanpa parpol, pemimpin baru menurut Mega tidak dapat muncul ke publik. (Detik.com, 30/11/ 2013).
Kedua, kemesraan Megawati dan Jokowi juga menjadi ajang untuk melihat respon publik terhadap keduanya. Sampai saat ini PDIP belum mangambil sikap atau keputusan yang jelas siapa yang akan diusung sebagai calon Presiden mendatang. Meski sudah banyak bersiliweran beberapa skenario dalam pilpres mendatang, PDIP terutama Megawati masih belum mengambil keputusan terhadap Jokowi. Beberapa kalangan maupun analisa berharap PDIP segera memutuskan mengusung Jokowi pada Pilpres mendatang karena dukungan yang sudah semakin luas.
Tapi pada sisi lain PDIP juga masih gamang atau bahkan dilema untuk memutuskan mengsung Jokowi atau tudak. Tidak dapat dipungkiri di PDIP trah Soekarno sangat berpengaruh dan sudah jelas tidak akan begitu mudah untuk melepas pengaruh itu kepada orang diluar trah tersebut. Pada kondisi inilah mungkin PDIP akan menguji ke publik dengan menunjukkan “kemesraan” Megawati dan Jokowi apakah kemudian kombinasi keduanya ini akan bisa “menjual “ atau tidak pada pilpres mendatang. Dengan mengusung keduanya maka kepentingan menjaga trah Sokerano tetap terjaga dan dukungan terhadap Jokowi juga tidak terlepas.
Hal ini sekaligus merespon juga tuntutan terhadap regenerasi kepemimpinan nasional. Karena PDIP juga sadar walaupun nama Megawati selalu muncul di puncak hasil survey, tapi tuntutan publik untuk melakukan regenerasi merupakan suatu keniscayaan dan Megawati sendiri sudah mengisyaratkan akan melakukan itu. Jika kemudian kombinasi keduanya masih dianggap “menjual” bukan tidak mungkin juga PDIP akan mengusung pasangan ini pada pilpres mendatang. Dengan mengusung keduanya juga maka kombinasi tua muda akan terjaga dan tuntutan regenerasi tetap direspon.
Ketiga, “kemesraan” Megawati- Jokowi ini juga bisa dibaca sebagai “inspeksi” Megawati terhadap kinerja Jokowi. Hal ini dilakukan bukan hanya karena Jokowi sebagai kader PDIP tapi bisa dibaca sebagai persiapan PDIP untuk mengusung Jokowi pada pilpres mendatang karena dukungan terhadap Jokowi yang semakin luas. PDIP dan Megawati ingin memastikan bahwa dukungan yang didapat oleh Jokowi itu benar sebagai dukungan riil dan bukan hanya sebagai hasil survey.
Megawati dan tentunya PDIP ingin memastikan bahwa keputusan yang mereka ambil terhadap Jokowi bukan sebuah keutusan yang salah nantinya. PDIP tentu ingin melihat lebih dekat “blusukan” sebagai gaya kepemimpinan Jokowi itu bisa dijual sebagai sebuah konsep untuk mendapat dukungan ataukah diperlukan skenario lainnya. Saat ini PDIP tentunya tidak akan begitu mudah mengenyampingkan Jokowi sebagai calon Presiden walaupun di Partai Jokowi tidak memiliki posisi strategis dan juga bukan sebagai keturunan Soekarno.
Untuk itulah mungkin Megawati perlu membela gaya Jokowi dengan blusukannya. Mega menegaskan aksi blusukan Jokowi yang banyak dikritik politikus lain, merupakan cara terbaik pemimpin mendekati rakyat."Begitu Pak Jokowi saya suruh masuk Jakarta dan dengan cara beliau yang banyak orang bilang aneh blusak-blusuk. Padahal itu tugas kita sebagai bagian pemimpin harus dekat dengan rakyat mengerti apa yang dikehendaki rakyat," (Detik.com, 30/11/2013).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H