Penerapan KUHP Baru Berdasarkan Perspektif Hukum Responsif Philippe Nonet dan Philip Selznick
Pendahuluan
  Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang baru telah memicu banyak diskusi di kalangan akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat. Proses pembaruan ini tidak hanya mencakup aspek teknis dan substansi hukum, tetapi juga bertujuan untuk menyesuaikan norma hukum dengan perkembangan sosial dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Dalam menganalisis penerapan KUHP yang baru ini, pendekatan hukum responsif (responsive law) yang dikemukakan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick bisa dijadikan landasan yang sangat relevan.
Teori Hukum Responsif
Konsep hukum responsif berargumen bahwa hukum seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menegakkan kekuasaan negara, tetapi juga sebagai respons terhadap perubahan sosial yang ada. Dalam karya Law and Society in Transition: Toward Responsive Law (1978), Nonet dan Selznick menyatakan bahwa hukum harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat yang terus berkembang. Hukum responsif berfokus pada adanya dialog antara negara dan masyarakat, dengan harapan hukum dapat menciptakan keseimbangan antara kewenangan negara dan hak-hak masyarakat.
Menurut teori ini, hukum harus fleksibel, tidak kaku, dan mampu menghadapi perubahan dalam kehidupan sosial. Selain itu, hukum responsif lebih mengutamakan pencegahan serta pemulihan, bukan hanya penghukuman, dan diharapkan dapat berfungsi sebagai alat pengatur kehidupan sosial yang lebih adil dan manusiawi.
Penerapan KUHP Baru dalam Kerangka Hukum Responsif
Penerapan KUHP baru Indonesia dalam konteks hukum responsif dapat dilihat melalui beberapa hal penting berikut:
- Penyesuaian dengan Perubahan Sosial
Salah satu tujuan utama pembaruan KUHP adalah mengakomodasi perubahan nilai-nilai sosial yang terjadi di Indonesia. KUHP baru berupaya untuk lebih sensitif terhadap perkembangan hak asasi manusia, perlindungan terhadap kelompok rentan, serta respons terhadap kejahatan yang semakin beragam, seperti kejahatan dunia maya. Hal ini menggambarkan prinsip hukum responsif yang menekankan pentingnya penyesuaian hukum dengan kebutuhan dan perubahan sosial masyarakat.
- Peningkatan Fungsi Hukum dalam Mengatur Kehidupan Sosial
KUHP baru tidak hanya menitikberatkan pada aspek hukuman, tetapi juga memberikan perhatian pada pembinaan dan pemulihan pelaku kejahatan. Ini sejalan dengan prinsip hukum responsif yang mengedepankan keseimbangan antara pencegahan, pemulihan, dan penegakan hukum. Sebagai contoh, dalam kasus kejahatan narkotika, KUHP baru memberikan peluang rehabilitasi bagi pengguna narkoba, bukan hanya hukuman yang bersifat punitif.
- Dialog antara Negara dan Masyarakat
Penerapan KUHP yang baru juga menunjukkan adanya ruang untuk dialog antara negara dan masyarakat. Pembaruan KUHP mencerminkan adanya keterlibatan masyarakat dalam merumuskan kebijakan hukum, menciptakan hukum yang lebih responsif terhadap aspirasi publik. Dialog semacam ini memungkinkan terciptanya hukum yang lebih adil dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang beragam.
- Pendekatan Progresif dalam Pemidanaan
Salah satu aspek penting dalam KUHP baru adalah penerapan pendekatan yang lebih progresif dalam pemidanaan. Dalam hal ini, hukum responsif mendukung penerapan alternatif hukuman yang lebih humanis, yang memberi kesempatan untuk pemulihan bagi pelaku kejahatan. Misalnya, dalam konteks restoratif justice (keadilan restoratif), pelaku kejahatan diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka dengan memberikan kompensasi kepada korban.
Tantangan dalam Penerapan KUHP Baru