Mohon tunggu...
Rinto Pangaribuan
Rinto Pangaribuan Mohon Tunggu... -

Santai Sajalah Kawan!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

#SaveAhok dan Pembangkangan Sipil

1 Maret 2015   00:31 Diperbarui: 4 April 2017   18:24 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pribadi agak jengkel kalau melihat fenomena reaksi masyarakat Jakarta terhadap kasus perseteruan Ahok Vs DPRD DKI. Sebagai orang yang berKTP Medan dan pernah tinggal di Jakarta tentu saya tak punya kapasitas apa pun untuk melancarkan kritik, tapi saya merasa orang-orang Jakarta itu semakin meneguhkan diri sebagai "kelas menengah ngehe" yang bisanya cuma teriak dimedia sosial. Saya sering bertanya, "Apakah #saveahok yang jadi trending topic dimedia Twitter itu memang bisa dengan ampuh menyelamatkan Ahok dari tatapan serigala lapar koruptor busuk itu? Apakah cuma ini yang bisa kita lakukan? Apakah tidak ada lagi cara yang lebih nyata selain bikin ribuan twit dimedia Twitter?" Saya sempat nyeletuk ketika ngobrol dengan teman, "Apakah tidak lebih baik kalau masyarakat Jakarta turun ke jalan, pergi ke gedung DPRD, dan membakar saja itu gedung?" kataku dengan sedikit jengkel. Tapi kawan saya bilang, "Nanti yang rugi rakyat juga karena nanti uang rakyat lagi dipakai untuk membangun gedung baru." Dia ada betulnya. "Ya udah, kalau gitu rakyat menyeret anggota DPRD itu satu-satu dan masukin aja ke tong sampah!" responku lebih panas sedikit. Limbah masyarakat seperti itu sebenarnya tak pantas bersafari ria dengan menyebut diri sebagai wakil rakyat.

Tapi kalau berpikir lagi dengan agak serius, "Sebenarnya apa sih yang bisa kita (masyarakat warga) lakukan dalam meresponi ini? Apakah kita hanya diam saja, tidak melakukan apa pun dan melihat Ahok itu dikeroyok oleh para bangsat dan bajingan itu? Atau adakah sesuatu yang bisa dilakukan dengan menggunakan hak kita sebagai warga negara yang berhadapan dengan hukum?" Saya merasa ini bukan pertanyaan mudah. Setelah melihat-lihat lagi perpustakaan digital pribadi pada ponsel, akhirnya saya menemukan ternyata ada yang bisa kita lakukan. Apa itu? Pembangkangan sipil.

Apa itu pembangkangan sipil? Apa saja syaratnya pembangkangan sipil bisa dilakukan? Bagaimana caranya?

Saya mengutip Andreas Yewangoe, mantan ketua PGI dan salah seorang teolog Indonesia, menyebutkan bahwa pembangkangan sipil (civil disobidience) adalah suatu tindakan PELANGGARAN hukum yang dilakukan dengan SADAR, dinyatakan di MUKA UMUM dan TANPA kekerasan, dengan maksud untuk MELAKUKAN PERUBAHAN di dalam sebuah UU, yang dialami dan/atau dirasakan sebagai tidak benar, tidak adil dan atau tidak bermoral.

Dari defenisi pendek ini, maka tiga pertanyaan dasar di atas sudah bisa terjawab. Namun ada beberapa hal yang perlu ditambahkan. Pembangkangan sipil sejatinya bukanlah tindakan massal, tapi sebenarnya sebuah tindakan individu. Jika pun nanti pembangkangan sipil itu menjadi sebuah gerakan massal seperti yang terjadi pada Martin Luther King Jr., namun itu terjadi bukan disebabkan oleh propaganda politik. Kalau pun terjadi gerakan massal, itu hanya disebabkan oleh tindakan individu itu mampu menggerakkan kesadaran kolektif masyarakat. Walaupun nanti ada gerakan yang mengakibatkan pertumpahan darah seperti yang terjadi di India ketika Gandhi berjuang, itu bukan karena provokasi sporadis tapi karena kegagalan massa menghayati konsep perjuangan pembangkangan sipil.

Suara hati menjadi begitu penting dalam hal ini. Katakanlah dalam kasus Ahok. Secara konstitusi, Ahok mungkin bisa dikatakan sebagai inkonstitusional. Katakanlah semua tetek bengek konstitusi itu dibenarkan. Tapi Ahok bilang penyusunan anggaran APBD itu siluman. Dia bicara dengan bukti. Banyak media membeberkan detail daftar anggaran siluman itu dengan terang benderang. Katakanlah Ahok inkonstitusional, tapi suara hati saya mengatakan bahwa Ahom itu benar. Saya terpaksa mewakili saya sendiri karena kalau saya mengatakan "suara hati rakyat" maka wakil rakyat kampret itu akan dengan mudah mengatakan "Rakyat yang mana?" Suara hati disini menjadi begitu penting. H. D. Thoreau, seorang pelopor gerakan ini mengatakan bahwa dalam situasi demikian seorang manusia harus berkoorporasi dengan suara hatinya sendiri. Alasan yang sangat subjektif inilah menjadi dasar kuat bahwa gerakan pembangkangan ini harus bersifat individual, bukan komunal.

Pembangkangan sipil yang dilakukan dengan sengaja melawan hukum harus juga dilakukan dengan sebuah kesadaran hukum. Maksudnya disini adalah jika seorang secara sadar melawan hukum, maka dia pun harus siap menerima sanksi atas tindakan melawan hukum itu. Seorang pembangkang sipil tidak bisa melarikan diri dari konsekuensi hukum atas tindakannya yang melawan hukum itu. Kesadaran moral dan menjunjung tinggi hukum menjadi acuan utama.

Dikarenakan pembangkangan ini harus tunduk pada konsekuensi hukum, maka tindakan ini tidak boleh melakukan kekerasan yang besifat destruktif. Pembangkangan ini tidak bersifat anarkis dalam arti yang sebenarnya. Pembangkangan ini harus dilakukan dengan aturan main yang jelas, tidak bebas sebebas-bebasnya. Kemudian diumumkan kepada publik, tidak dilakukan dengan cara diam-diam atau sembunyi-sembunyi.

Salah satu bentuk kongkrit dari ini adalah menolak membayar pajak. Jika dikaitkan dengan kasus Ahok tentang anggaran, maka sumber anggaran itu salah satunya adalah pajak. Bisa saja warga Jakarta mendeklarasikan diri kepada publik untuk tidak lagi membayar pajak. Tapi disisi lain, warga Jakarta harus siap dikenai sanksi karena pelanggaran ini. Saya rasa ini adalah cara yang paling cocok dan mudah untuk melakukan perlawanan kepada para koruptor busuk itu.

Warga Jakarta tidak boleh diam begitu saja. Korupsi harus dilawan terus menerus. Kalau tidak, kita cuma bisa terus bertahan dalam kemiskinan. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun