Gerakan terorisme merupakan isu hingga ancaman yang berpengaruh dalam lingkup internasional, tentu gerakan ini dikecam dibanyak negara. Mengingat kembali pada peristiwa WTC(World Trade Center) pada 11 september 2001, merupakan tragedi pilu yang menelan banyak korban dimana pesawat yang dikendarai teroris ditabrakkan ke gedung pencakar langit tersebut. Aktor dalam kejadian ini melibatkan kelompok teroris bernama Al-Qaeda yang dimimpin osama bin laden. Osama bin laden sebagai pemimpin jihadis yang meneror dunia, dalam hal ini Al-Qaeda mewakili suatu umat agama yaitu umat muslim sehingga timbul islamophobia. Dampak dari gerakan tersebut diikuti dengan peristiwa terorisme di Indonesia sendiri. Banyak yang bertanya apakah korelasi antar agama dan aksi terorisme ini berkaitan,disatu sisi mengingat bahwa para pelaku terorisme yang menganut agama islam dan bergerak secara berkelompok dalam jaringan organisasi keislaman tertentu. Para teroris itu seringkali memakai teks-teks yang berhubungan dengan ajaran islam sebagai penerimaan untuk melakukan aksi. Tetapi bagi pihak muslim yang bertentangan dengan gerakan terorisme itu mengatakan bahwasanya menolak keras bahwa hal-hal yang berbau terorisme tersebut tidak ada dalam ajaran islam. Terkait kubu yang tidak setuju dengan teroris memiliki agama, mereka menyuarakan bahwa "teroris tidak beragama" bagi mereka, aksi tindakan terorisme tidak ada ajaran agama manapun yang mempromosikan teror-meneror dengan demikian terorisme dikatakan ajaran sesat.
Perkembangan kelompok ISIS hingga ke Indonesia
ISIS adalah kelompok militan yang memperdayakan agama sebagai sarana untuk memberi pengaruh radikalisme dan kekerasan. Tetapi mayoritas umat muslim menentang kelompok teroris yang mempunyai reputasi buruk, dan beranggap tindak ekstrimisme mereka yang bertolak belakang dengan akidah islam. ISIS dipandang sebagai bentuk transformasi baru Al-Qaeda dan dalam bentuk yang lebih brutal. Latar Jihad yang dipropagandakan ISIS mengajak dan mencoba mempengaruhi umat muslim untuk mendukung paham mereka dan ajaran radikalisme, hingga melalui media-media teknologi dan informasi. Awal terbentuk ISIS pada tanggal 9 april 2013 dibawah kepemimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi. Penyebaran paham ini hingga ke tanah air, Indonesia. sebagian warga indonesia terdoktrin dengan propaganda ideologi ISIS, bermacam teori mendeskripsikan bagaimana paham kebencian ini masuk ke indonesia, salah satu teori dengan menyebarkan melalui personal tapi secara masif, targetnya menyasar kepada orang-orang yang mudah diimingi dengan hal-hal berbau agama dan mereka yang belum mengerti secara dalam tentang agama sehingga dapat dipengaruhi, seolah-olah seperti 'cuci otak' menganggap islam paham radikalisme dan jalan kekerasan adalah ajaran yang benar. Menyebabkan paham sudut pandang suatu agama menjadi berakar dan saling bertolak belakang. Â Perkembangan kelompok ISIS berdampak pada pengaruh islamophobia atau dapat dikatakan ketakukan dan kebencian terhadap umat islam. Jaringan militan teroris seperti Al-Qaeda lalu ISIS dengan aksi-aksi mereka yang berbahaya seringkali dikaitkan ke dalam lingkup ajaran islam dipandang negatif. sering mengakibatkan kebencian kepada komunitas muslim dan menjadikan target diskriminasi, pelecehan, bahkan kekerasan oleh orang-orang yang berpikiran buruk terhadap umat muslim.
Lantas, kenapa bisa teroris identik dalam kelompok agama tertentu?
Kerap kita temui kalau setiap agama memiliki perbedaan pandangan, bagaimana fenomena agama sampai saat ini menjadi perbicangan yang sensitif dari segala kepercayaan yang dianut. Namun kenapa hanya dari sisi agama Islam yang diidentikkan dengan terorisme?
Jika kita tarik kembali aksi-aksi terorisme tersebut seringkali membawa atribut-atribut keagamaan dan hal yang erat dengan ajaran islam. Tidak bisa dipungkiri bahwa secara identitas pelaku aksi tersebut beragama islam dan besar di lingkungan islami,walaupun begitu tidak menyangkal pelaku teror yang tidak beragama islam. Pada dasarnya cara pandang dalam menafsirkan suatu ajaran dapat timbul kesalahpahaman, mereka mendasari pemahaman tertentu dengan pola yang mungkin diluar pemahaman agama yang dianut itu sendiri sehingga, adanya cara memahami konteks ajaran agama yang diluar nalar dan membangkitkan perilaku ekstrem dan radikal. Kita sebagai individu harus mengartikan teori atau sumber-sumber yang kita peroleh dengan teliti.
Misal dalam penafsiran kata Jihad memiliki tafsiran yang luas, memiliki makna bersungguh-sungguh dengan segala daya upaya mencapai kebaikan. Contoh seperti menuntut ilmu saja sudah termasuk Jihad, tidak semata-mata bahwa perang menjadikan acuan utama definisi Jihad, contoh sederhana seperti melawan hawa nafsu dapat mengartikan makna tersebut. Meskipun adanya keterkaitan agama dengan tindakan terorisme di berbagai benua tidak hanya organisasi agama tertentu tetapi kelompok sekuler juga. Dalam melancarkan aksi itu bahkan memiliki motif beragam, tidak selalu jika mereka beragama tertentu, lalu aksinya disangkutpautkan dengan agama yang dianutnya.
Korelasi aksi terorisme dengan teori johan galtung
Teori konsep kekerasan menurut Johan Galtung meliputi kekerasan langsung, kekerasan struktural, kekerasan budaya. Terhadap teori johan galtung dapat kita implementasikan sebagai kekerasan struktural yang menimbulkan konflik seperti ISIS kerap disandingkan berbagai macam masalah seperti sosial, ekonomi, politik. Kekerasan budaya mendasari terjadinya kesalahpahaman ketika penggunaan unsur-unsur yang membenarkan kekerasan dan ekstrimisme yang dapat mempengaruhi masyarakat secara luas. Disertai berbagai kekerasan langsung yang terjadi secara nyata, seperti yang terjadi pada sandera ditangkap oleh militan ISIS.
Untuk mengatasi tindak ISIS tidak hanya berfokus dalam segi militer, tapi juga harus berupaya dalam pemerataan struktural dan budaya yang melatarbelakangi konflik. Mencakup pada perbaikan kondisi sosial dan ekonomi, menyebarkan nilai toleransi dan perdamaian. Terkait tindak lanjut meredam aksi ISIS harus dilibatkan dalam kerjasama internasional, karena aksi ini sudah menyangkut masalah kepentingan internasional banyak negara dan forum internasional.
Referensi :
Rijal, N. K. (2017). Eksistensi dan Perkembangan ISIS: Dari Irak Hingga Indonesia. journal.unpar.ac.id, 47-53.
https://www.dw.com/id/adakah-korelasi-antara-terorisme-dan-agama/a-57103523