[caption caption="Negeri yang gemah ripah loh jinawi"]Pilpres USA kali ini sangat menarik karena prrtama kali seorang wanita muncul di kubu demokrat dalam pencalonan presiden setelah George Washington. Wanita itu pernah dikalahkan oleh Obama di kaukus demokrat 2008 dan kemudian menjabat sebagai Foreign Minister dan Secretary of State dalam pemerintahan Obama dua kali. Pertarungan sesungguhnya untuk ke White House justru di kakus demokrat karena siapapun pemenang di kubu demokrat tinggal melenggang ketika menghadapi Trumph dari kubu Republic. Bukan pertarungan ringan antara Bernie dan Hillary.
Artikel ini menjelaskan bagaimana seru dan melelahkan pilpres di Amerila. Bukan sekedar one man one vote sepetti di Infonesia. . Juga lihat kembali ketika Algore dikalahkan oleh Bush Jr di California. Beda sekali dengan pemahaman demokrasi di Indonesia yg menganggap demokrasi adalah MANTRA . Demokrasi di atas kertas di Indonesia lebih liberal dari Amerika. Bandingkan saja. Maka, Soekarno ayah biologis Megawati selalu mengingatkan bshwa demokrasi hanyalah alat untuk newujudkan kehendak bersama. Saya haqul yakin bahwa kecerdasan kolektif para pendiri bangsa adalah himpunan dari pribadi-pribadi yang telah ditempa oleh dialektika jaman.
Bahkan sejak awal berada di Belanda Hatta yang dibesarkan di budaya Mnangkabau sudah benci dengan sistem Kapitalisme. Bacaan Soekarno bisa dilihat di museum di Blitar. Juga Ki Soetatmo Suryokusumo, anggota Volksraad 1930, telah berkata di sidang bahwa RAKYATKU AKAN RUSAK bila demokrasi di atas kertas diterapkan. Itu belum tokoh-tokon yang lain baik yang lolos dari lubang jarum maupun yang tidak dan mewarnai perjalanan bangsa hingga ke 18 Agustus 1945.
Jadi, momentum pilpres Amerika ini hendaknya menjadi pelajaran bagi generasi muda untuk melihat kembali demokrasi coba-coba reformasi. Kalian dan keturunan kalian adalah pewaris negeri yang "gemah ripah loh jonawi ini". Seperti kata Gandhi "apa yang engkau lakukan hari ini akan menentukan masa depan. Atau kalau Goethe mengatakan "orang yang tidak tahu masa lalu tidak tahu masa yang akan datang" Mereka yang mengulang ekonometri sampai empat kali tentunya khatam dengan maksud Goethe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H