Mohon tunggu...
Mahi Baswati
Mahi Baswati Mohon Tunggu... -

Saya hanya orang biasa,\r\nyang kebetulan bisa mengakses media informasi.\r\nItu saja\r\n\r\nsalam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ujian Bagi Demokrasi di Atas Kertas

24 Februari 2016   04:16 Diperbarui: 24 Februari 2016   05:04 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalimat demokrasi di Atas Kertas pertama kali dimunculkan oleh Ki Soetatmo Soerjokoesoemo dan Ki Hadjar Dewantara. Bahkan Ki Hadjar menulis sebuah buku dengan judul Demokrasi and Leidershaap.

Ki Hadjar sengaja tidak menggunakan istilah Demokrasi Terpimpin agar tidak sesat makna, namun "Leiderscahp" yang berarti pimpinan dari "Kebijaksanaan" yaitu nilai kebatinan di dalam hidup manusia yang menurut ajaran adab dianggap pusat gerak-gerak kejiwaan yang mengandung unsur-unsur benar dan adil. Dalam hal ini, Ki Hadjar juga menyebut filosofi Ki Soetatmo Sujokoesoemo yaitu,

  1. Kekuasaan  dibatasi oleh keindahan
  2. Kekuasaan memuja cinta kasih
  3. Kebijaksanaan melihat keadilan dan kebenaran

Kini apa yang diucapkan oleh Ki Soetatmo di Bolksraad 1930 menjadi kenyataan, RAKYATKU RUSAK ! Sekat-sekat kehidupan semakin terbangun dan semakin menjauhkan rakyat pada semangat persatuan dan kesatuan. Padahal esensi kemerdekaan itu adalah bersatu untuk membangun kesejahteraan bersama. Pada saat yang sama para politisi bersenang-senang di gelanggang yang mengatasnamakan demokrasi namun justru semakin menjauhkan dari cita-cita bersama itu. 

Demokrasi terpimpin yang mulai digaungkan oleh tokoh-tokoh Taman Siswa adalah demorasi yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan. Kekuasaan itu dibatasi oleh keindahan dan memuja cinta kasih sehingga kebijaksanaan itu melihat keadilan dan kebenaran. Itulah demokrasi terpimpin seperti tertuang dalam sila ke empat Pancasila. Jadi jangan misleading dengan demokrasi yang dipimpin atau guided democracy. Bukan,  bukan itu ! Sila ke empat Pancasila sudah jelas mengenai hal itu dan tidak perlu dinterpretasikan salah. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun