Dari 33 Kompetensi dasar itu hanya satu kompetensi dasar yang membahas toleransi, dan menghindarkan  diri dari tindakan kekerasan.
Kompetensi itu merujuk Qs. Yunus ayat 40-41, dan Al - Maidah ayat 32.
Dengan melihat muatan seperti itu, tentu itikad baik dari Kemenag RI masih jauh dari harapan menciptakan moderasi beragama khususnya disekolah jenjang SLTA,
Membangun moderasi  agama di sekolah diperlukan muatan kurikulum komprehensif menyangkut keberagaman (multikuktural) dalam konteks keagamaan.
Menurut Ahmad Rumadi, Kompas, 8/72/019 paling tidak ada 3 hal yang harus dilakukan pemerintah yaitu; penguatan komitmen beragama, Penguatan Toleransi, dan terakhir Anti Radikalisme.
Tanpa memperhatikan tiga hal tersebut tentu akan sulit mengokohkan bangunan moderasi di negeri ini.
Komitmen beragama cukup tinggi dinegeri ini, jika indikatornya ritualism ibadah personal. Â Tinggal 2 dari tiga hal yang perlu terus ditingkatkan yaitu, toleransi dan Anti radikalisme. Atau dengan bahasa lain ibadah sosial.
Untuk meningkatkan toleransi diperlukan sebuah formula baru membangun moderasi agama, seperti penekanan pada tataran aktualisasi langsung kelapangan, bukan hanya dengan menghafal Qs. Yunus ayat 40-42. Sebagai mana kompetensi dasar dalam Permendikbud No. 37 tahun 2018.
Tataran aktualisasi tersebut bisa dengan kemping bersama lintas agama, Â mengunjungi rumah ibadah dan gotong-royong membersihkan lingkungan keagamaan.
Mengikis radikalisme keagamaan juga tidak hanya dengan doktrin dan menghafal QS. al-Maidah ayat 32 sebagaimana muatan kompetensi dasar pada Permendikbud terbaru, Â tetapi lebih kepada penanaman nilai-nilai kemanusian universal, atau doktrin semua manusia mulia yang harus di hormati tanpa melihat asal usul identitas suku juga keagamaan.
Dari itu tercipta pesan agama yang ramah sebagaimana cerminan dari Islam itu sendiri yang di teladankan Rasulullah sebagai rahmat semesta.
Dengan kunjungan rumah ibadah, peserta didik mengetahui sakralitas rumah ibadah masing-masing yang harus di hormati, pun menghormati tokoh agama.