Mohon tunggu...
Basuki Ranto
Basuki Ranto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Pengalaman di BUMD dan BUMN, menulis dan berorganisasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Oemar Bakri Sosok Guru Negeri

25 November 2024   18:55 Diperbarui: 25 November 2024   19:00 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

*OEMAR BAKRI SOSOK GURU NEGERI*

Oleh : Basuki Ranto*)

Judul lagu Guru Oemar Bakri yang digubah oleh Iwan Fals (seorang musisi handal) merupakan gambaran dan sosok guru negeri sekaligus representasi dari guru sejati dengan segala kesederhanaan yang patut diteladani.

Dalam lirik lagu Oemar Bakri yang ditulis Iwan Faks di bagian awal tertulis "Tas hitam dari kulit buaya
Selamat pagi!, berkata bapak Oemar Bakri", sekalipun tas yang tersebut hanya dari kain ransel yang terpasang di dalangan sepedanya (guru saya dulu), akan tetapi tidak mengurangi  semangat dan dedikasinya dalam mendidik murid-muridnya dengan penuh tangguh jawab dan menaruh harapan besar agar anak didiknya menjadi orang besar ( sebut berhasil dan sukses) kelak.

Lebih dari itu Oemar Bakri selain sebagai pendidik  juga sebagai sosok Guru yang berjuang tanpa pamrih dan setia dengan profesinya sebagi guru walau gajinya kecil, namun tidak pernah merasa lelah dalam mengajari disiplin  ketika harus datang pagi-pagi untuk melaksanakan tugas sesuai jadual yang sudah terpatri dan pulang siang hari tanpa harus dikurangi.
Karena perjuangannya tersebut maka ada yang memberikan tempat dan penghargaan "Guru sebagai Pahlawan tanpa tanda jasa".  
Ketika sebagai pahlawan pada umumnya merupakan seorang yang dihargai, diberikan surat penghargaan (berupa surat keputusan) dan masuk dalam catatan sejarah dan bahkan diberikan tempat khusus (makam pahlawan) serta namanya diabadikan sebagai nama jalan, nama bandara, museum dan bentuk lainnya yang memiliki nilai kenangan. Berbeda dengan guru sebagai pahlawan yang tanpa tanda jasa tentu saja tidak memiliki atribut seperti pahlawan pada umumnya, namun tidak ada yang protes terhadap hal itu. Begitu kesederhanakan guru yang tidak pernah banyak menuntut soal penghargaan apa lagi balas jasa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan dimaknai sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani.
Tentu saja dalam tulisan ini tidak ingin bermaksud membahas pahlawan (nasional) secara legal dan formal yang membutuhkan beberapa persyaratan umum dan khusus, akan tetapi hanya sekilas untuk ilustrasi tentang guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Sekalipun demikian  dapat diyakini seorang Iwan Fals menjadikan Oemar Bakri sebagai sosok guru sederhana hanya merupakan kondisi fiktif belaka, namun demikian ini didasarkan kepada fakta kehidupan guru yang digambarkan sosok seperti Oemar Bakri. Tentu saja dalam menulis lirik lagu ini terinspirasi dari apa yang dialami ketika menjadi murid pada masanya (yakni Abah Landoeng).

Kenyataan menunjukkan bahwa Lagu Oemar Bakri hingga kini menjadi Legend yang digunakan sebagai musik penyemangat dan senantiasa diperdengarkan menjelang Hari Guru Nasional.

*Evolusi Guru*

Terjadi sebuah perubahan pergeseran (evolusi)  guru dari Jaman Dulu (guru jadul) dan guru Jaman kini (guru jaman now) yang cukup dramatis dilihat dari beberapa aspek baik personalitas, penampilan, sarana, prasarana dan sistem proses belajar-mengajar.

Teringat kembali ketika saya menjadi murid Sekolah Rakyat (SD sekarang) tahun 1965an akan seorang guru yang sederhana tegas dan disiplin sebagai sebuah sinonim Oemar Bakri yaitu sebut saja Pak Tjitro (Citro)almarhum. Beliau seorang guru yang badannya kurus, disiplin, tegas (galak) dan berwibawa. Setiap hari dari rumah tinggalnya (Pagutan) menuju sekolah tempat mengajar (dulu dirumah saya sebagai ruang kelas) sampai pindah di Blibis SDN yang dibangun Swadaya dengan menggunakan sepeda ontel dengan jarak tempuh sekitar tujuh kilometer dan selalu hadir sebelum kelas dimulai. Guru Pak Tjitro ini begitu dihargai dan ditakuti oleh muridnya. Sebagai contoh menjelang tiba di sekolah sudah dijemput oleh siswa dan sepedanya ganti dituntun karena kebetulan melewati jalan yang menanjak setelah melewati jembatan kali mblibis tersebut dengan ciri khas tas yang melilit di dalangan sepedanya (bukan tas dari kulit buaya seperti yang ditulis dalam lirik lagu Iwan Fals Oemar Bakri), akan tetapi tas yang sangat sederhana dan berbahan murah akan tetapi berisi buku materi untuk mengajar.
Didalam kelas berlangsung Pak Tjitro memberikan pelajarannya diantaranya berhitung, bahasa, agama dan mata pelajaran lainnya yang diajarkan oleh satu guru. Metode yang digunakan menyalin, mencongak, pertanyaan untuk dijawab. Media yang digunakan untuk mengajar adalah papan tulis (dari blabak kayu), kapur dan penghapusan (dari kayu dan sabut kain), sementara bagi siswa adalah sabak (alat tulis dari batu yang dihaluskan dan dihitamkan), grib (alat untuk menulis dari sejenis kawat yang ditajamkan/paku). Bisa dibayangkan ketika itu tidak model
catatan yang bisa didokumentasikan untuk sewaktu-waktu dibuka kembali untuk dipelajari, sehingga tidak aneh ketika harus menempuh ujian untuk lulus SD bukan sesuatu yang mudah, sistem peringkat juga tidak ada yang penting bisa lulus juga sudah bagus.
Kembali kepada sang guru Pak Tjitro itu dikenal sebagai guru yang disiplin dan tegas sehingga sementara siswa menganggap guru galak (kiler), karena ketika murid salah, tidak disiplin rela main tangan (mendidik) : mencubit, menjewer, membedaki (dengan kapur) , melempar dengan penghapus dan tak jarang nempiling(menampar tidak keras), disertai ekpresi dengan kata marah namun tidak dendam.
Belajar Jadul tidak ada baju seragam, sepatu, tas sekolah dan atribut lainnya, karena keterbatasan. Oleh karena Pak Tjitro sebagai sosok Guru Oemar Bakri karena karakteristik dan plus-plusnya. Masih banyak guru lainnya seperti Pak Yadi, Pak Digdo, Pak Suwarno, Pak Marso dan ayah saya sendiri namun tidak melegenda seperti Pak Tjitro yang dari awal sampai akhir pensiun tidak pernah pindah mengajar di sekolah lain yaitu SDN Punduhsari.
Begitu sederhana dan dedikasi yang tinggi Guru banyak diartikan dengan membuat kepanjangan yang bermakna positif dan canda diantaranya : GuRu di terjemahkan sebagai diGugu-ditiRu yang mengandung makna bahwa guru itu harus dipatuhi dan diteladani. Ada sementara yang menyebut GuRu dimaknai sebagai Wagu-kuRu yang artinya kurang pantes (bisa dalam pakaian , penampilan) dan kuRus karena kesederhanaan dalam makan dan hidup prihatin. Hal ini terjadi masa pasca kemerdekaan dan masuk era orde lama pada kondisi segala keterbatasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun