Mohon tunggu...
Basuki Kurniawan
Basuki Kurniawan Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi UIN KHAS Jember

Saya adalah seorang akademisi di UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, yang berlokasi di Jember, Jawa Timur, Indonesia. Untuk mengenal lebih dekat kegiatan, pemikiran, dan aktivitas saya di dunia akademik maupun keseharian, silakan kunjungi akun media sosial saya: TikTok @basuki_kurniawan untuk konten edukatif yang menarik, Instagram @masbasukikurniawan untuk berbagi inspirasi dan keseharian, serta Facebook Basuki Kurniawan untuk diskusi dan informasi terkini. Mari terhubung dan berbagi wawasan bersama!

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pembukaan 20 Juta Hektar Hutan: Ancaman Ekologis, Sosial dan Ekonomi yang Mendesak

12 Januari 2025   00:26 Diperbarui: 12 Januari 2025   00:26 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembukaan 20 Juta Hektar Hutan: Ancaman Ekologis, Sosial, dan Ekonomi yang Mendesak

Rencana pembukaan 20 juta hektare hutan di Indonesia menimbulkan kekhawatiran mendalam terhadap masa depan lingkungan hidup dan keberlanjutan ekosistem. Hutan yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan ekologi global. Pembukaan lahan secara besar-besaran dapat mempercepat laju deforestasi, mengancam habitat spesies endemik yang hanya ditemukan di wilayah tersebut, serta memicu kepunahan massal yang akan merusak keanekaragaman hayati.

Selain itu, dampak ekologis lainnya meliputi peningkatan emisi karbon akibat berkurangnya fungsi hutan sebagai penyerap karbon alami. Hal ini berkontribusi langsung pada percepatan perubahan iklim yang mengancam kehidupan manusia secara global. Ketidakseimbangan ekosistem yang dihasilkan dapat menyebabkan gangguan pada rantai makanan, penurunan kualitas tanah, serta berkurangnya daya serap air yang memperbesar risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

Dampak sosial dari deforestasi skala besar ini juga signifikan. Pembukaan lahan sering kali diiringi dengan penggusuran masyarakat adat yang selama ini bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Konflik agraria yang melibatkan perebutan hak atas tanah semakin marak, sementara praktik kriminalisasi terhadap kelompok masyarakat yang memperjuangkan haknya menambah kompleksitas masalah yang dihadapi.

Dari sisi ekonomi, meskipun proyek ini mungkin menjanjikan manfaat jangka pendek seperti peningkatan produksi komoditas, dampak jangka panjangnya justru lebih merugikan. Hilangnya jasa ekosistem, seperti potensi ekowisata, sumber daya genetik untuk obat-obatan, dan stabilitas iklim, akan berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat secara luas. Selain itu, ketergantungan pada pembukaan hutan sebagai solusi pembangunan dapat mengabaikan inovasi yang lebih berkelanjutan.

Sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, optimalisasi lahan terlantar yang sudah ada merupakan langkah yang patut dipertimbangkan. Penerapan teknologi pertanian cerdas (smart farming) yang mampu meningkatkan produktivitas lahan secara efisien, serta diversifikasi sumber energi terbarukan, dapat menjadi solusi yang lebih bijak tanpa mengorbankan ekosistem alami yang penting.

Program food estate yang sudah berjalan di Indonesia juga perlu dievaluasi dan dioptimalkan. Evaluasi menyeluruh terhadap keberhasilan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya dapat memberikan pembelajaran berharga untuk memastikan proyek pembangunan pangan tidak berdampak negatif pada lingkungan maupun masyarakat setempat.

Kesimpulan

Pembangunan yang berkelanjutan harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi, kelestarian ekologi, dan keadilan sosial. Mengutamakan solusi seperti optimalisasi lahan terlantar, penerapan teknologi ramah lingkungan, dan pengembangan program food estate yang terarah dapat menjadi kunci untuk mencapai kesejahteraan jangka panjang tanpa merusak hutan yang menjadi warisan alam berharga bagi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun