Panglima Cheng Ho 7 kali ke Nusantara dan pernah  di Bangka Bagian Selatan. Panglima Cheng Ho berasal dari Cina bagian timur, Panglima Cheng Ho lahir dari seorang ibu yang bernama Ching Ming dan ayah bernama Kha Po, nama Panglima Cheng Ho masih kecil adalah Sam Po, dan Panglima Cheng Ho bersuku Hui,  Panglima Cheng Ho lahir di desa lie bo cheng pedalaman cina bagian timur. Kemudian keluarganya berpindah ke Tiongkok Barat Daya dan menetap di Propinsi Yunnan. pada usia 5 tahun Panglima Cheng Ho sudah memiliki bakat dan kecerdasan yang luar biasa, Panglima Cheng Ho bersekolah Di sekolah Rakyat. Pada zaman itu kaisar China melarang  bagi anak laki – laki untuk bersekolah tinggi, hanya anak perempuan yang boleh bersekolah tinggi, Karena aturan dan larangan itulah Panglima Cheng Ho bersekolah di luar negeri Cina, Panglima Cheng Ho berhasil mengenyam pendidikan dan mendapat gelar setara dengan gelar Doktor pada zaman sekarang.
Panglima Cheng Ho di Indonesia pernah ke Sumatera bagian selatan yaitu Palembang, dan menetap beberapa tahun di Palembang pada abad ke 15. Waktu itu kejayaan Kerajaan Sriwijaya mulai runtuh, maka dari itu Bangka menjadi bagian dari Sumatera selatan dan Cheng Ho lah panglimanya. Selama di Palembang Panglima Cheng Ho berhasil melakukan penyebaran islam dan membentuk masyarakat Tionghoa Islam. Kegiatan sosial dan pengajaran tata cara berdagang secara Islampun berhasil di terapkan Panglima Cheng Ho kepada Orang – orang Tionghoa di Palembang waktu itu.Di luar misi penyebaran islam dan kegiatan sosial yang di lakukan, Panglima Cheng Ho juga punya misi lain, yaitu mencari saudara tertua dari Ayah Panglima Cheng Ho yang lebih dulu ke Nusantara, yang bernama Bong Chai Lie Pung, Panglima Cheng Ho mencari saudaranya karena pada zaman itu China melakukan perdagangan  timah  dari Nusantara dan itu kiriman dari Bong Chai Lie Pung, dari petunjuk warga Palembang dan warga Thionghoa bahwa Timah hanya ada di pulau Bangka yang berada di sebelah Pulau Sumatera bagian Selatan, dan di bangka juga ada orang sakti berasal dari China yang bernama Raden Ali bukan Bong Chai Lie Pung,  Raden Ali adalah penerima upeti – upeti Timah di Bangka, dari situlah Panglima Cheng Ho mendapat petunjuk, kemudian Panglima Cheng Ho bersama dengan 3 prajuritnya dan 1 orang yang terkaya dari Cina yang ikut bersama rombongan Panglima Cheng Ho ke Nusantara waktu itu, kemudian Panglima Cheng Ho berlayar menuju pulau Bangka. Pada sore hari dari Palembang Panglima Cheng Ho berangkat menuju  pulau bangka dengan menggunakan kapal kayu yang berukuran lebar 35 meter dan panjang lebih kurang 85 meter dengan bendera yang bergambarkan Bulan dan Bintang yang berarti PENERANGAN DAN PEMBERI KEGELAPAN.Â
Kapal Panglima Cheng Ho melewati air laut bercampur dengan air sungai atau sering di sebut air payau dan  itulah muara sungai Musi, setibanya di Bangka Panglima Cheng Ho pertama kali di Bangka bagian Barat yaitu Muntok, di Muntok Panglima Cheng Ho tidak menemukan Raden Ali, kemudian melanjutkan lagi perjalanan dengan kapal layarnya Panglima Cheng Ho menuju ke Bangka bagian Utara yaitu Belinyu, di Belinyu Panglima Cheng Ho juga tidak menemukan Raden Ali, Kemudian perjalananpun di lanjutkan ke Tempilang, dan hasilnyapun juga sama di tempilang Raden Ali juga belum di temukan, kemudian berlanjutlah perjalanan Panglima Cheng Ho menuju Bangka bagian Selatan, kurang lebih pukul 8 pagi hari WIB di hari yang ke 6  Panglima Cheng Ho memasuki perairan sebelah timur Laut Bangka bagian Selatan, dari kejauhan mulai terlihatlah  oleh Panglima Cheng Ho deretan kapal – kapal besar milik Orang China dan Portugis yang terletak lebih kurang 3 Mil ke arah timur dari pantai Bahar, kapal Portugis menggunakan bendera bergambarkan kepala manusia yang menggunakan topi lancip ke atas.  Melihat deretan kapal itulah panglima Cheng Ho berhenti dan meyakini bahwa adanya kehidupan di Bangka Bagian Selatan dan Yakin bahwa keberadaan Raden Ali ada di daratan rendah tersebut yang sekarang bernama Pantai Bahar. Kapal Panglima Cheng Ho berlabuh berdampingan dengan kapal – kapal orang China dan Portugis, untuk menuju daratan Panglima Cheng Ho bersama ke 4 orang pengikutnya menggunakan rakit ( sampan ).
Setibanya di daratan pinggir Pantai Panglima Cheng Ho bersama rombongan tidak menemukan siapapun yang ada hanya bekas – bekas kubangan galian tanah yang tidak beraturan dan memanjang. Matahari pun mulai memanas, Panglima Cheng Ho bersama ke empat pengikutnyapun merasa lelah dan beristirahat di pinggiran sungai yang sekarang di beri nama sungai Tagak, dalam peristirahatannya itu salah satu dari pengikut Panglima Cheng Ho membuat api untuk memasak air dan mendinginkannya di wadah guci – guci China dan beberapa cangkir kecil yang berornamenkan lukisan gambar china kuno,  kemudian di tuangkan air panas ke dalamnya untuk di suguhkan kepada Panglima Cheng Ho. Tidak menutup kemungkinan guci – guci dan gelas tersebut menjadi bukti peninggalan Panglima Cheng Ho di Bangka bagian Selatan. Stelah berjalan beberapa hari Panglima Cheng Ho belum juga menemukan Raden Ali yang nampak terlihat hanyalah orang – orang China dan Portugis, setelah 2 minggu tiga hari Mencari Raden Ali di hari yang ke empat barulah Panglima Cheng Ho menemukan Raden Ali, waktu itu Raden Ali tinggal di daratan Kapo yang sekarang di beri nama Kaposang.
Dalam pertemuan itu Panglima Cheng Ho bertanya kepada Raden Ali bagaimana dirinya bisa di kenal sebagai Raden Ali dan bukan Bong Chai Lie Pung, kemudian Raden Ali menceritakan semuanya, dan Gelar Raden dia dapatkan dari gurunya yaitu Raden Kusuma Wijaya guru agama Raden Ali pada waktu itu di tanah Banten, nama lengkap Raden Ali adalah Raden Ali Basti, setelah mendapat Gelar Raden kemudian Ali di kenal sebagai Raden Ali Basti, ( Raden adalah nama gelar kekuasaan bagi orang Jawa pada zaman itu ). Raden Ali menceritakan semua perbuatan dan pekerjaannya menerima upeti dan menjadi Raja bagi penambang asing yang berada di Bangka bagian Selatan, setelah mendengar semua pengakuan dari Raden Ali Panglima Cheng Ho pun menasehati Raden Ali dan menyuruh Raden Ali untuk berhenti mengambil hasil upeti dari orang – orang Cina dan Portugis, tetapi nasehat Panglima Cheng Ho tidak di hiraukan sama sekali oleh Raden Ali. Panglima Cheng Ho sempat perang mulut (cekcok ) dengan Raden Ali selama satu hari satu malam. Ke esokan harinya Panglima Cheng Ho bersama ke empat pengikutnya meninggalkan Raden Ali dan pergi untuk menemui penambang asing orang China dan Portugis, di mulai dari situlah Panglima Cheng Ho pertama kali membentuk peradaban Islam Thionghoa di Bangka bagian Selatan dan menyebar luaskan ajaran Islam di Bangka bagian Selatan. Kemudian budaya Thionghoa berasimilasi dengan budaya melayu Bangka dan budaya itu melekat, dan akulturasi budaya Thionghopun menjadi satu di Bangka sampai saat ini. Diplomasi dan Taktikpun di lakukan Panglima Cheng Ho kepada para penambang asing agar  berhenti menambang dan berhenti membayar upeti kepada Raden Ali. Tidak hanya di Bangka bagian Selatan saja  yang membayar upeti kepada Raden Ali, tetapi di Bangka Utara, Bangka Barat seluruh penambang Asing yang ada di Pulau Bangka semuanya membayar upeti kepada Raden Ali. Panglima Cheng Ho sempat tinggal dan menetap di Bangka, paling lama ia singgahi Bangka bagian Selatan karena ada saudaranya yaitu Raden Ali.
Raden Ali sangat sakti dengan kesaktian dimilikinya itulah Raden  Ali sangat sombong dan serakah. Raden Ali adalah seorang Raja Perompak dan Raja para penambang Timah orang – orang asing  Cina dan Portugis. Orang – orang asing yang menambang di Bangka harus membayar upeti kepada Raden Ali. Setiap hasil Timah yang dapat di tambang oleh orang – orang Asing Raden Ali hampir mendapatkan Separoh dari hasil itu, dan kemudian upeti tersebut di kumpulkan selama berbulan – bulan setelah menumpuk banyak, upeti tersebut di bawa Raden Ali ke Negerinya yaitu  China dengan  menggunakan kapal laut, upeti itu berupa pasir Timah. Dalam proses pengawasan setoran upeti, Raden Ali mempunyai empat anak buahnya dan ke empat orang tersebut adalah berasal dari China dan beragama Islam, ke empat anak buahnya itulah yang membantu semua pekerjaan Raden Ali selama di Bangka bagian Selatan.
Waktu itu ada dua tempat berlabuh kapal – kapal besar milik orang China dan Portugis, yang pertama  berada 3 mil sebelah timur pantai Bahar dan yang kedua berada di perbatasan antara Pulau Bangka bagian selatan dan Pulau Lepar, di dua tempat itulah kapal milik orang - orang asing untuk berlabuh. Apakah ada tempat ibadah bagi orang – orang asing pada waktu itu? Waktu itu orang China masih menganut kepercayaan dan beribadah pada pohon – pohon besar yang tidak jauh dari tempat tinggal Raden Ali yaitu di daratan kapo yang sekarang di beri nama Kaposang, sekarang tempat ibadah orang china waktu itu sudah menjadi kelenteng dan kelenteng itu sekarang di beri nama Kelenteng Khuan Ti. Sedangkan orang – orang Portugis pada waktu itu tidak memiliki tempat ibadah dan tidak beribadah.
Ali sangat gagah perkasa tinggi tubuh Ali 198 Cm dan berat tubuh Ali 128 Kg, Raden Ali sangat di segani oleh orang asing di Bangka bagian Selatan dan seluruh orang asing yang berada di Bangka pada waktu itu. Raden Ali mempunyai ilmu kebathinan untuk di peragakan, Raden  Ali adalah raja yg sangat di segani oleh perompak - perompak luar negeri dan perompak - perompak Nusantara, selama belasan tahun Raden ali menguasai bangka dan bermarkas di Bangka bagian selatan. Dengan dasar apa Ali memilih Bangka bagian Selatan menjadi markas dan Gerbang masuknya kapal dan orang – orang asing ke pulau Bangka zaman itu?, tidak ada alasan yang lebih mendasar selain kekayaan Timah Bangka bagian Selatan yang paling terkaya di pulau Bangka bahkan mungkin Dunia. para penyamun jawa dan perompak - perompak asingpun mulai memasuki Bangka bagian Selatan
Seiring dengan waktu berjalan akhirnya kesaktian Raden Ali hancur oleh penyamun - penyamun orang jawa yaitu Banten,  Raden Ali tidak bisa di tembak dan di potong, tetapi akhirnya Raden Ali juga gugur, Raden Ali bukan gugur di tangan para penyamun jawa melainkan Raden Ali gugur oleh gurunya sendiri yaitu Raden Kusuma Wijaya, Raden Kusuma Wijaya adalah guru pertama Raden Ali untuk menimba Ilmu Islam di Nusantara tepatnya di tanah Banten. Siapa yang menyuruh Raden Kusuma Wijaya untuk datang ke Bangka bagian Selatan? Panglima Cheng Ho lah yang menyuruh Raden Kusuma Wijaya datang ke Bangka bagian Selatan. Atas dasar apa Panglima Cheng Ho menyuruh Raden Kusuma Wijaya datang ke Bangka bagian Selatan?, tidak ada alasan lain melainkan hanya untuk memperlihatkan perlakuan muridnya yaitu Raden Ali yang tidak sesuai dengan akhlaqul karimah dan tidak sesuai dengan ajaran kebenaran Islam. Dan akhirnya Raden Kusuma Wijaya pun datang ke Bangka bagian Selatan dengan menggunakan kapal kayu yang kecil bersama beberapa muridnya, dan sempat beberapa hari tinggal bersama Panglima Cheng Ho.
Kemudian Raden Kusuma Wijaya pun bertemu dengan Raden Ali, nasehat dan peringatanpun di sampaikan Raden Kusuma Wijaya kepada Raden Ali. Tetapi tidak di hiraukan sama sekali oleh Raden Ali, Tanpa  sepengetahuan Raden Kusuma Wijaya bahwa Raden Ali telah berhasil  mengamalkan ilmu ajaran sesat yaitu ilmu Rara rontek yang mana ilmu tersebut di pelajarinya sendiri oleh Raden Ali basti di gunung Krakatau selama bertahun – tahun, tidak boleh mendengar kalimah Allah dan tidak boleh mengingat Allah, dengan berhasilnya mengamalkan ilmu tersebut  Raden  Ali menjadi sombong dan takabur sehingga Raden Ali berani untuk Melawan gurunya sendiri. Dengan perlakuan yang tidak terpuji oleh Raden Ali akhirnya Raden Kusuma Wijaya  membunuh Raden Ali, sehari sebelum membunuh Raden Ali Raden Kusuma Wijaya pada malam harinya sempat bermunajad dan bertahajud untuk mendapatkan petunjuk dan izin Allah SWT, Atas izin Allah SWT lah akhirnya Raden Kusuma Wijaya memutuskan untuk membunuh Raden Ali dan tidak lain adalah muridnya sendiri.Â