Mohon tunggu...
Dr.Dr.Basrowi.SE.ME.MPd.PhD
Dr.Dr.Basrowi.SE.ME.MPd.PhD Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat adm bisnis Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, S3 Asia e University

Man Jadda Wa Jadda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Applausemu adalah Semangatku

9 April 2020   22:22 Diperbarui: 9 April 2020   22:22 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Basrowi*

Tepuk tangan memiliki sejarah panjang, tidak kalah tua dengan peradaban manusia. Bahkan manusia sejak bayi sudah diperkenalkan tepuk tangan. Seperti, "Tepuk ame-ame, belalang kupu-kupu, siang makan nasi, kalau malam minum susu." Dalam salah satu syair lagu anak-anak pun ada bait yang berbunyi, "Kalau kau suka hati tepuk tangan. Plok-plok" dan seterusnya. Masih banyak lagi lagu anak, dewasa, dan orang tua tentang tepuk tangan. Yang jelas, tepuk tangan sebagai simbul gembira,

By Kamus Besar Bahasa Indonesia, "Tepuk tangan merupakan perbuatan menamparkan kedua telapak tangan untuk menimbulkan bunyi." Charles Caleb Calton seorang penulis di Inggris (1780-1832) pernah mengatakan bahwa, tepuk tangan merupakan dorongan pikiran yang mulia.

Sejak dahulu kala, tepuk tangan selalu ditujukan oleh orang lain. Tepuk tangan kemudian berkembang menjadi sangat bervariasi. Bahkan ada tepuk tangan yang sudah menjadi 'hak cipta' beberapa organisasi, seperti tepuk pramuka, tepuk anak sholeh, dan lain-lain.

Tepuk juga bergeser pada berbagai peribahasa, seperti "bertepuk sebelah tangan" (tidak mendapat sambutan), "menepuk air di dulang terpercik muka sendiri" (apabila berbuat sesuatu yang jahat, perkara itu akan terkena pada diri sendiri), "tepuk dada tanya selera" (suatu pekerjaan yang hendak dikerjakan hendaknya dipikirkan baik-baik terlebih dahulu menurut keyakinan kita sendiri), 'tepuk terbatas, alang berjawab"  (Perbuatan baik dibalas dengan perbuatan baik, perbuatan jahat dibalas dengan perbuatan jahat),  sekali tepuk dua lalat mati, (mengerjakan satu pekerjaan menghasilkan dua hal yang berguna), dan lain-lain

Tepuk juga menunjukkan sifat atau perbuatan, seperti tepuk dada (pemberani/menantang), tepuk pundak (simbol persahabatan), tepuk kuduk (sanjungan), tepuk jidad (heran, tidak habis pikir), tepuk pantat (tidak percaya dengan yang diucapkan orang), tepuk setan (permainan anak-anak sambil bertepuk tangan, kemudian setiap anak, tapak tangannya diadukan dengan tangan lawannya), tepuk tari (tepuk tangan pada tarian), tepuk paha (bergendang dengan paha).

Juga tepuk semangat (untuk para TNI Polri selama berlatih), tepuk tangan berdiri (standing applause/pemberian penghormatan secara serentak, atas kekaguman terhadap prestasi yang diraih oleh seseorang), tepuk panggilan (biasanya untuk memanggil tukang bakso, orang lain yang sudah berlalu), tepuk kaki (untuk membersihkan kedua telapan kaki sebelum naik ke kasur atau naik ke mobil, agar berbagai kotoran bisa jatuh) dan sebagainya,

Hingga hari ini, tepuk tangan banyak sekali dijumpai pada sebuah pertunjukan usai, seperti konser musik, kesenian, pidato, pertandingan, pembukaan acara, dan lainya. Hal itu sesuai dengan tujuan awal tepuk tangan, yaitu memang untuk meramaikan suasana. Sehingga sampai hari ini, tepuk tangan menjadi sistem universal untuk berkomunikasi simbolik. Hingga akhirnya tepuk tangan menjadi simbol kekuatan sekaligus sebagai bentuk apresiasi.

Namun demikian, ada beberapa larangan tepuk tangan, seperti sudah diterapkan di kampus di Inggris (Manchester University) yang melarang adanya tepuk tangan, sorak sorai, dan teriakan dalam semua acara kampus. Alasannya, tepuk tangan dapat memicu masalah bagi orang lain seperti autism, gangguan pancaindera, dan tunarungu. 

Kalau di bidang agama, mayoritas agama melarang tepuk tangan, seperti di dalam masjid tidak boleh bertepuk tangan, di gereja juga banyak pendapat yang mengatakan tidak boleh tepuk tangan. Termasuk, tepuk tangan untuk membuli temannya karena terlambat masuk kelas juga tidak boleh, karena perbuatan itu termasuk dalam ranah pelecehan dan kekerasan terhadap anak. 

Tepuk tangan dan suara keras dalam sebuah debat publik terdakang menjadi contra produktif, karena mendorong suasana tidak seperti yang diharapkan. Bahkan tepuk tangan pada acara itu dapat memicu masalah bagi orang lain, membuat orang lain--juru bicara debat dan pendukung debat yang berada pada posisi musuh--menjadi emosi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun