Pemisahan sampah organic dan nonorganic yang selalu dikampanyekan juga hanya ada pada deretan bak sampak gantung berwarna-warni. Akan tetapi, kepedulian masyarakat untuk memilah sampah saat membuang sangat rendah. Bahkan, di tiap pagi buta, di jalan-jalan tertentu, ada beberapa oknum pemotor dengan sengaja menjatuhkan kantong plastik penuh sampah di tengah jalan seolah tidak sengaja barang bawaanya jatuh, dengan harapan ada petugas kebersihan yang membersihkannya tanpa harus membayar iuran  sampah.Â
Banyak juga perilaku negatif masyarakat yang menaruk sampah di trotoar-trotoar dengan harapan ada "sapu jagat" yang membersihkannya secara gratis. Banyak pula masyarakat yang mempunyai consciousness rendah malahan membuang kresek sesak sampah ke aliran sungai agar mengalir sampai jauh. "Runyam deh" jadinya.
Peneliti Jenna Jambeck dari University of Georgia, AS, (2010) menyebutkan bahwa di Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar kedua di dunia setelah Cina dengan jumlah sampah 3,22 juta ton/tahun. Pada tahun 2025 diprediksi akan meningkat menjadi 7,42 juta ton/tahun. Kenaikan grafik tersebut tentu akan terus melaju naik manakala tidak direm dengan kebijakan negara secara ketat tentang pelarangan penggunaan plastik sekali pakai.
Metode peningkatan kesadaran akan nilai manfaat sampah dalam bentuk pendirian Bank sampah juga belum efektif mengurangi jumlah sampah plastik. Gojek, melalui gerakan GoGreen telah melakukan inisiasi dalam pengiriman pesanan makanan seara ramah lingungan. Tragedi di Leuwigajah Kota Cimahi Jawa Barat, tanggal 21 Februari 2005 yang menewaskan 157 orang karena longsor tempat pembuangan akhir sehingga tanggal itu dijadikan hari peduli sampah nasional (HPSN), merupakan bukti betapa mengerikannya dampak pengelolaan sampah plastik.
Saat ini, ancaman terhadap sampah plastik sudah di depan mata, Pulau sampah Pasifik Raya (Great Pasific Garbage Patch) yang kini luasnya telah melebihi luas Texas atau negara Prancis, menjadi monumen alam (symbol) betapa menakutkan dampak sampah bagi generasi mendatang.Â
Saat inilah waktu yang paling tepat bagi para pemangku kepentingan seperti pemerintah, perusahaan, dan seluruh unsur masyarakat untuk melakukan pendekatan preventif maupun reaktif dalam pengelolaan sampak secara ramah lingkungan.Â
Model evaluasi yang bersifat solusi seperti pengelolaan limbah sampah plastik menjadi aspal untuk membangun jalan dapat terus dilanjutkan. Mengurangi pengemasan menggunakan plastik secara berlebihan dan pelarangan seluruh unsur plastik untuk kehidupan harus terus digalakkan.
Investasi yang dibutuhkan untuk mengatasi limbah plastik jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang didapat dari pembiaran penggunaan plastik, dengan penerapan cukai plastik. Penghilangan jejak lingkungan dari unsur hara plastik yang sangat berbahaya juga membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar, melebihi keuntungan yang diperoleh negara saat menerapkan cukai plastik.
Target nol limbah plastik menjadi kian sulit dicapai manakala negara melegalkan plastik dengan bentuk cukai plastik. Pertanyaannya, "Mau nggak berhenti menggunakan kantong plastik agar Indonesia lebih cantik dan bebas banjir?"
Syaratnya, semua pihak baik pemerintah pusat, pemda, perusahaan, dan masyarakat harus sadar dan peduli akan bahaya sampah plastik, dan mulai hari ini teguhkan dalam hati untuk niat ingsun tidak lagi menggunakan plastik sekali pakai dalam seluruh sendi kehidupan. Semoga saja cukai plastik, langkah awal menuju pelarangan plastik secara total. Semoga.
Oleh Dr. Basrowi (Pemerhati Kebijakan Publik, Alumnus S3 Ilmu Sosial Unair Surabaya, dan S3 MSDM UPI YAI Jakarta, serta Penggiat Ekonomi Syariah).