Mohon tunggu...
Basril Tarigan
Basril Tarigan Mohon Tunggu... Tutor - Simple writer, big dreams.

Simple writer, big dreams.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dapat Jadi Solusi Ampuh Cegah Kasus Perundungan di Sekolah

17 April 2019   04:50 Diperbarui: 17 April 2019   13:46 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : tribunnews.com

Maraknya kasus kenakalan remaja yang terjadi di sekolah, seolah menjadi gambaran gagalnya dunia pendidikan menanamkan soft skills.Kasus perundungan Audrey yang viral di dunia maya adalah salah satu dari sekian contoh kenakalan remaja.Apapun yang menjadi latar belakang pelaku sehingga merundung Audrey tetap saja tidak elok, terlebih lagi pada kasus penganiyayan ini, baik korban dan pelaku adalah perempuan.
Siswa/i yang dikenal memiliki sifat baik dan berprestasi di sekolah kemudian tiba-tiba menjadi "liar", menunjukkan bahwa sifat baik yang dimilikinya masih dipengaruhi keadaan. Saat berada di hadapan guru menjadi nice guy setelah berpisah menjadi bad guy.
Menurut pengalam, sebenarnya di sekolah (tertentu) sebelum memulai pelajaran, siswa/i dikelompokkan berdasarkan kayakinan (agama) yang sama. Ada yang berkumpul di lapangan sekolah dan ada yang berkumpul di aula.
Biasanya kegiatan tersebut diisi dengan doa dan ceramah singkat yang bahannya dikutip dari kitab suci, setelah selesai baru kemudian siswa/i kembali ke kelas masing-masing. Disela-sela pergantian pelajaran ada juga beberapa guru memulai dan mengakhiri pelajaran dengan doa, walau tidak semua guru melakukannya. Dan ritual yang pasti sesaat bunyi bel tanda pelajaran terakhir telah usai adalah doa menutup pelajaran hari itu.
Dilihat dari banyaknya kegiatan doa yang dilakukan di sekolah tapi siswa/i masih ada juga yang memiliki tabiat tidak baik. Atau apakah setiap doa yang dipanjatkan tidak tulus atau sekedar rutinitas agar terlihat religius? tidak ada yang tahu, sebab tak selayaknya manusia menilai sebuah doa.
Lalu apa sebenarnya solusi yang dapat dilakukan seorang guru agar jadi perundungan tidak terjadi (lagi) di sekolah?
Mari kita uraikan dengan melihat diri kita (guru) terlebih dahulu. Kebanyakan yang terjadi di lapangan adalah seorang guru hanya benar-benar "mengajari", maksudnya ialah seorang guru hanya menjadi sumber informasi.
Sebut saja Pak S, saat di podium membina upacara bendera senin pagi, salah satu pernyataannya  ialah merokok tidak baik bagi kesehatan. Tidak ada yang salah dari penyataan Pak S karena demikan adanya. Tapi kenyataannya masih banyak juga siswa yang membeli rokok di warung pinggir jalan dekat sekolah.
Ketika seorang guru hanya mengajari saja, siswa akan cepat lupa. Kalau istilah asingnya , teach me and I will forget.
Tidak sedikit pula guru yang berinovasi dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan berbagai metoda agar siswa tertarik dan menyerap informasi yang diberikan.
Ada dalam bentuk demonstrasi dan menggunakan media infocus. Selain tugas guru tidak usah menulis lagi di papan tulis, semakin mudah pula memperlihatkan contoh yang nyata kepada siswa.
Misalnya, dalam pelajaran IPA (biologi), seorang guru akan lebih mudah memperlihatkan contoh nyata akibat penyakit menular, melalui video dokumentasi penderita penyakit menular dapat ditampilkan melalui infocuds. 
Kondisi ini masih sebatas memperlihatkan (show), maka siswa/i hanya mengingat informasi kalaupun ada efeknya hanya sementara.
Beberapa tahun silam, ketika saya magang di salah satu sekolah di Berastagi. Hari itu tugas saya adalah jaga piket bukan mengajar. Kebetulan guru agama seharusnya  mengajar salah satu kelas di sekolah tersebut berhalangan datang. 
Jadi, saya ditugaskan masuk ke kelas tersebut mengawasi anak-anak agar tidak keluar ruangan. Basic saya bukan guru agama, saat itu saya berinisiatif memutar video singkat seputaran rohani yang ditampilkan melalui infocus.
Tidak ada suara siswa yang terdengar, bukan lain karena sumber suara hanya dari laptop yang saya pakai jadi siswa berusaha tidak bersuara. Semua terlihat serius menatap ke layar infocus membaca subtitle, film yang saya putar berbahasa asing. 
Saya melihat beberapa anak mulai berkaca-kaca dan ada juga sampai menjatuhkan air mata melihat video tersebut. Bukan karena subtitle nya pakai bahasa thailand tapi memang filmnya yang menyentuh. 
Saya melihat beberapa hari setelah saat itu, ada perubahan dalam diri siswa, sikap baiknya timbul walau hanya beberapa saja, kemudian kembali seperti semula. Tapi kejadian pernah menonton film hingga meneteskan air mata, saya yakin siswa/i tersebut masih mengingatnya jika ditanya.
Nah, yang mau saya katakan, ketika seorang guru hanya memperlihatkan maka siswa hanya akan sebatas mengingat. Istilah asingnya, Show me and I remember.
Setiap masalah pasti ada solusinya. Misalnya, tentu tidak semua sekolah memiliki fasilitas kolam renang. Biasanya guru olahraga akan membawa murid-muridnya ke kolam renang sewa untuk praktik berenang. Kalau rutin praktik renang maka siswa/i akan mahir berenang.
Intinya guru olahraga tersebut melibatkan siswa dalam praktik renang. Bukan hanya memberi tahu hal penting dalam berenang atau dengan memperlihatkan video orang berenang maka tiba-tiba murid-muridnya jago renang.
Solusinya agar tidak terjadi (lagi) perundungan di sekolah ialah melibatkan siswa/i dalam kegiatan sosial yang membangun yang karakter.
Misalnya, pada akhir pekan diawal semester, melibatkan siswa dalam kegiatan membantu panti asuhan. Siswa/i dapat menyumbangkan barang bekas layak pakai milik mereka. 
Dan wajib diikut serta menyerahkan menyerahkan bantuan ke panti asuhan. Sebab ketika ikut berbaur dengan penghuni panti, memberikan pengalaman berharga kepada siswa/i. Kegiatan sosial ke panti asuhan adalah contoh kecil kegiatan yang dapat menumbuhkan karakter siswa/i. 
Hal lerpenting adalah melebatkankan peserta didik secara aktif. Dengan demikianpia akan lebih mengerti, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tak dapat hidup sendiri.
Dari pengalaman, saya pernah berkunjung ke salah satu panti asuhan di goranggareng, jawa timur. Saat berada diantara penghuni panti, ada timbul rasa ingin berbuat baik lebih lagi, bagi anda yang sudah pernah ke panti asuhan lebih paham maksud saya.
Penutup tulisan ini istilah asing terakhir, involve me and I will understand.
Salam hangat, B Tarigan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun