Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Oposisi, PDIP dan Megawati, serta Jokowi Menuju Istana (1)

30 Maret 2018   21:56 Diperbarui: 2 April 2018   17:53 1455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak kenal dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebelum dan sesudah era reformasi, partai ini sudah terbentuk. Sehingga tidak salah jika PDIP terus eksis hingga kini. Apalagi, partai sangat kental dengan ideologinya.

Dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2004, PDIP memperoleh suara sebanyak 21.026.629 dengan persentase 18,53% dengan jumlah kursi 109 di DPR. Hasil itu pun membuat PDIP menjadi partai kedua dengan jumlah perolehan suara terbanyak setelah Partai Golkar yang mendulang suara sebanyak 24.480.757 suara atau 21,57 persen dan total kursi di DPR sebanyak 128.

Hasil itu pun membuat PDIP bernafsu untuk mempertahankan kekuasaannya. Sebab semua tentu tahu, jika Megawati Soekarnoputri merupakan Calon Presiden (Capres) incumbent pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004. Dimana ketika itu Megawati berpasangan dengan Hasyim Muzadi.

Namun takdir berkata lain, pada putaran kedua melawan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) yang hanya diusung oleh tiga partai kecil yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Partai Demokrat mampu keluar untuk memenangkan pertarungan.

Megawati dan PDIP pun mesti gigit jari yang pada akhirnya memutuskan untuk mengambil sikap secara tegas berada diluar pemerintahan SBY-JK alias oposisi. Langkah politik yang diambil oleh PDIP dan Megawati tersebut sangat rasional.

Akan tetapi hal itu bisa jadi bagian dari bentuk kekecewaan Megawati yang tidak bisa mempertahankan kekuasaannya untuk periode kedua. Meski memang dalam periode pertamanya, Megawati tidak murni menang dalam pemilihan yang berlangsung di DPR karena hanya menggantikan almarhum Gus Dur.

Konsistensi PDIP dan Megawati terus melakukan pengawasan terhadap pemerintah tak pernah surut. Bahkan, sepanjang pemerintahan SBY-JK 2004/2005, baik Megawati maupun PDIP getol melakukan kritik terhadap pemerintah. Salah satu diantaranya ketika menilai pemerintahan SBY-JK yang lamban dan hanya sibuk gonta-ganti kabinet tahun 2005.

Tak hanya itu, PDIP dan Megawati juga menyorot soal anjloknya nilai mata uang rupiah mendekati yang berada pada level Rp 12.000 ribu. Hingga indikasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang terus diwacanakan yang dinilai mengimbas pada masyarakat dengan melonjaknya harga sembilan bahan pokok waktu itu (Tempo, 2005).

Khusus untuk protes kenaikan BBM, PDIP tidak hanya melakukan protes dengan kontrol di DPR. Akan tetapi, PDIP juga tak segan melakukan aksi unjuk rasa dengan menggalang sejumlah ormas dan mahasiswa untuk melakukan protes bersama pada tahun 2008 lalu.

Sikap konsistensi PDIP yang bersebarangan dengan pemerintah, membuatnya seakan-akan muncul sebagai partai malaikat yang terus berjuang bersama rakyat. Tapi hal itu rupanya tak cukup membuat publik percaya begitu saja. Hal itu tercermin pada Pileg 2009.

Berdasarkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), PDIP mendulang suara sebanyak 14.600.091 dengan persentase 14,03 persen dengan jumlah kursi di DPR sebanyak 95. Perolehan suara itu membuat PDIP tetap konsisten untuk masuk dalam posisi tiga besar perolehan suara terbanyak di Pileg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun