Bagi saya secara pribadi, permintaan oleh Kejagung maupun Kapolri kepada KPK tak terlepas dari manuver politik dari partai. Sebab semua tentu tahu siapa Muhammad Prasetyo dan Partai NasDem dan siapa Tito Karnavian dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Entahlah. Hehehe
Penekanan saya dalam tulisan ini adalah seharusnya Kejagung dan Kapolri sebagai lembaga penegak hukum mesti membedakan mana proses politik dan proses hukum. Saya kira hal ini jelas, bahwa dalam pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum" bukan negara politik.
Jika alasan penghentian proses hukum itu adalah bagian dari untuk menghargai proses demokrasi dalam penyelenggaraan Pilkada serentak maka semestinya harus adil. Maksud saya adalah bukan hanya proses hukum calon kepala daerah yang ditangani oleh KPK akan tetapi seluruh kasus yang menjerat calon kepala daerah.
Kupikir hal ini adalah sikap yang logis dan adil kepada seluruh calon kepala daerah yang sedang berperkara secara hukum baik itu perdata maupun pidana. Sebagai contoh, kasus yang dialami oleh calon walikota Makassar Danny Pomanto yang berperkara pada PT TUN lalu juga mesti dihentikan. Tidak boleh hanya kasus yang berperkara di KPK sebab jika itu terjadi, bagi saya itu tidaklah adil.
Akan tetapi, lagi-lagi saya ingin menekankan bahwa mesti ada pemisahan antara proses politik dan proses hukum. Sebab jika mengacu pada konstitusi kedua hal itu sangatlah berbeda. Olehnya itu, semestinya semua pihak mendukung pemberantasan korupsi sebagai usaha penegakan demokrasi.
Sebab jika permintaan disetujui, maka hal ini membuat hak-hak privat dalam proses hukum pada negara yang menganut sistem demokrasi seperti diakomodir. Dan kupikir hal ini adalah hal yang mesti dicegah. Sebab pada akhirnya ini menggambarkan betapa mudahnya proses hukum atas nama demokrasi bisa disusupi.
Hal ini juga pernah dijelaskan oleh James Madison yang utarakan kepada sahabatnya Thomas Jefferson yang dimuat dalam buku Demokrasi Konstitusional yang ditulis oleh salah satu advokat idola saya Adnan Buyung Nasution yang diterbitkan oleh Kompas.
In our goverment, this real power lies in the majority of the community, adn the invasion of the private rights is chiefly to be apprehended, not from acts of goverment contrary to the sense of its constituetnts, but form acts in which goverment is the mere instrument of the majror number of constituetnts.
(Di dalam pemerintahan kita, kekuasaan yang sesungguhnya terletak mayoritas dalam masyarakat dan masuknya hak-hak privat pada dasarnya harus dicegah, bukan oleh tindakan pemerintah melawan rasa para konstituen, melainkan oleh tindakan di mana pemerintah adalah sekedar menjadi alat dari jumlah terbesar konstituen).
Simpulan saya, baik Kejagung maupun Kapolri mesti bersinergi dalam menegakkan hukum sebagai penglima tertinggi. Bukan malah saling menekan dan saling bertentangan hanya karena bisikan-bisikan politik oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Terima Kasih. #Akumencintaimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H