Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

30 September

30 September 2017   00:11 Diperbarui: 30 September 2017   00:51 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bangsa ini hampir tiap tahunnya ngeri dengan kata September. Apalagi,  ketika kata itu dibubuhi angka 30 didepannya. Semua orang, pasti akan merinding dan tidak ingin berkata sedikitpun. Wajar saja, karena  berdasarkan bukti dan fakta yang ada 30 September telah dipilih sebagai sejarah kelam bagi bangsa ini.

Dari berbagai referesi, tanggal  itu dimaknai sebagai tanggal lahirnya kekejaman komunis di Indonesia,  meski berdasarkan referensi yang lain mengatakan bahwa hari itu bukanlah  kekejaman pertama komunis di negara ini. Akan tetapi, 30 September  ialah puncak kemarahan yang mengatasnamakan diri sebagai komunis.

Jangan baper, dan menduga-duga sebab ini hanya persepsi saya pribadi  berdasarkan referensi yang pernah saya dapatkan. Anda semua tentu memiliki hal yang sama, dan wajar saja ketika berbeda pendapat dengan  saya. Sebab kata Prof Salim Said, sejarah itu hanya bisa ditafsirkan.

Pada intinya, saya sebenarnya sangat minder dan takut membahas mengenai  hal ini baik dalam tulisan maupun dalam sebuah forum diskusi. Kenapa?  karena sejarah adalah sebuah proses yang telah berlangsung jauh hari  sebelum hari ini. Yang tentu saja, butuh keahlian, ilmu yang memadai,  referensi yang cukup, ketekunan, kesabaran, untuk mempelajarinya.

Herodotos yang merupakan sejarawan Yunani kuno pernah berkata "sejarah  adalah sistem mempelajari kejadian awal dan terbentuk dalam kronologi  yang terdiri dari bukti konkrit atau catatan-catatan". Olehnya itu, saya  sangat yakin bahwa apa yang saya dapatkan mengenai kejadian 30  September masihlah kurang sehingga perlu belajar lagi.

Dan itulah  yang sedang saya lakukan saat ini. Kalau pada akhirnya saya tidak dapat  mempelajari sejarah kelam seperti 30 September, dan sejarah heroik  hingga bangsa ini merdeka maka minimal saya membuat sejarah saya sendiri  dengan menuliskan apa yang saya tahu dan saya dapatkan.

Oh iya,  salah satu alasan saya kenapa kembali tertarik menulis dan merangkai  kalimat yang Anda baca ini adalah karena 30 September itu adalah sejarah  dimana saya menangis pertama kalinya. Yah, tanggal 30 September hari  ini adalah hari dimana saya dilahirkan pada sebuah kampung yang ada di  Bumi Panrita Kitta, Sinjai.

Dengan demikian, berbicara mengenai 30 September pada sisi yang lain bagi diri saya, tidaklah begitu  mengerikan. Saya semestinya merayakannya dengan pesta, mengundang  sejumlah teman, memesan makanan dan menimuman, hingga pada prosesi tiup  lilin dan pemotongan kue dengan iringan lagu dari Jamrud "selamat ulang  tahun".

hahaha. Tentu itu adalah hal yang sangat menyenangkan  jika saya mesti memikirkan 30 September yang ditakuti oleh semua orang  di negeri ini. Akan tetapi, jujur saja saya tidak pernah berpesta ditanggal 30 September. Dan seingat saya, hanya beberapa orang yang  pernah mengejutkan saya dalam perayaan 30 September ini. Dan semoga saja  mereka masih mengingatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun