Mas Hanes dan Mba Ayu tahu itu. Kalau menunggu pemusatan latihan daerah yang biasanya tiga bulan menjelang PON, maka jawabannya tidak akan ada atlet dayung Sulteng mewakili PON 2024 nanti. Jelas, tidak latihan mau minta hasil.
Dayung sejak Januari 2022 sudah mulai menyiapkan program latihan tipis-tipis. Lari joging, sedikit-sedikit baru naik perahu. Baru masuk 2023 ini program diperberat karena masuk tahun Pra PON.
Ayolah disaat olahraga main baik ini, seharusnya pemangku kepentingan sadar. Olahraga itu tidak maju jika tidak ada niat baik.
Alih-alih KONInya sehebat apapun, tapi kalau dipersulit proses pencairan dana hibah, justru sama saja mematikan cabor. Karena KONI-lah tempat berhimpun cabor. KONI ada karena ada cabor. KONI lahir dan ada karena dari cabor.
PON 2021 adalah titik bangkit olahraga Sulteng. Mengembalikan kejayaan olahraga dari era Aziz Lamajido yang kemudian terpuruk namun kini mau bangkit. Era Gubernur Aziz Lamadjio, olahraga Sulteng itu maju terus dan berlanjut hingga puncaknya tahun 2000 yang bisa melahirkan 2 emas dari Yorry.
Pun setelah itu makin miris dan kehilangan bentuk. Kini saatnya olahraga itu dibangkitkan. Pon 2021 kemarin, KONI Sulteng sudah memulai perubahan drastis, pemusatan latihan daerah di Hotel yang pertama kalinya dilakukan KONI, olahraga mulai ada harga diri dan kebanggaan.
Untuk kini saatnya, semua pihak, KONI, Dispora, DPRD, Pengprov cabor duduk satu meja merumuskan kebijakan, agar kedepan tidak ada lagi pemusatan latihan mandiri, agar kedepan, cabor tidak lagi ngutang berangkat Pra PON, agar kedepan atlet Sulteng itu tidak menjual diri ke daerah lain. Dan banyak pokoknya.
Sekian pengantar artikel lepas dari saya, atas kegamangan hati ini melihat nasib atlet dayung Sulteng yang berteriak-teriak tanpa memedulikan perutanya yang mungkin lapar. Â (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H