Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Punya Uang Tidur di Amigos, Tidak Punya Uang Tidur di Rumah

18 Februari 2014   10:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:43 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_323285" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Siapa yang pernah dengar ungkapan tersebut? Beta punya uang, tidur di amigos, tidak punya uang tidur di rumah. Satu 'candaan' miris dari sebuah surga bernama Papua ini menggambarkan bagaimana konsumsi alkohol bahkan menjadi sebuah problem sosial budaya.  Bagi yang tidak mengetahui, "amigos" sendiri berarti agak miring got sedikit" - yang dengan kata lain menggambarkan kondisi seorang yang mabuk, tumbang dan tidur sekenanya saja. Dimana saja. Sebagian orang di Indonesia  masih mengaitkan larangan tentang konsumsi alkohol 'hanya' karena masalah agama saja. Keyakinan. Sehingga pendapat yang timbul bahkan cenderung lebih 'barbar' daripada negara negara yang terbiasa mengkonsumsi alkohol. Dimana justru penjualan alkohol dan bahkan konsumsinya pun di edukasikan dan bahkan diawasi secara ketat. Namun tidak di Indonesia sendiri. Peredaran minuman keras ( miras) industri skala rumahan yang banyak merebak akhir akhir ini memang banyak memakan korban jiwa. Namun sentimen pendapat yang muncul antara lain masih juga berkutat di perihal larangan seputar keyakinan. Bahwa aturan tidak minum alkohol hanyalah berlaku bagi mereka saja yang 'kebetulan' menganut larangan itu. Hukum sudah ada, soal moral tanggung jawab masing masing individu untuk bersikap dewasa dan menyikapinya. Sebelum berpikir untuk masuk ke perdebatan tentang keyakinan, ada baiknya untuk lebih membuka diri dengan data yang ada.  Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO, sebanyak 2.5 juta orang meninggal akibat konsumsi alkohol setiap tahunnya di dunia. 320 ribu diantaranya adalah laki laki berusia 15 sampai 25 tahun. 18 ribu meninggal dunia di Indonesia setiap tahunnya untuk semua kasus yang berhubungan dengan konsumsi alkohol sendiri. Sebagian berkata dengan sinisnya, bahwa alkohol relatif tidak berbahaya. Bagi siapa? Pendapat bias apabila pendapat itu dilontarkan oleh seorang sosialita yang hanya meneguk segelas cab*rnet sauvignon di sebuah kafe kelas atas di bilangan selatan Jakarta ? Atau sebagian peminum bir yang merasakan nikmatnya Cor*na dengan garnish lemon tanpa mengetahui asal usul bagaimana pertama kali cerveza tersebut berhias irisan lemon?  Atau para penikmat J*ck Daniels dengan campuran mixer coke yang super standar gak kreatif? Saking banyaknya coke yang dicampurkan jadi tidak mengetahui bahwa bourb*n yang diminumnya itu adalah palsu. Atau mereka yang minum segelas Very Special Old Pale dengan campuran green tea ? Mungkin juga para party goers yang tergila gila Margaritha atau Lychee Martini ? Bahkan  Vodka yang konon terbaik di dunia seperti Belv*dere atau Gr*y Goose yang tak jarang dicampuri dengan energy drink sehingga jantung berdegup kencang? Yang mana? Saat seorang lebih memilih meminum sebotol Hein****n karena status saja dan menganggapnya lebih nikmat dari sebotol Bint**g, orang itu tidak akan pernah bisa benar benar tahu bagaimana bahayanya dan kenapa  minuman keras home industri seperti ciu atau cukrik bisa merenggut nyawa belasan ribu remaja setiap tahunnya. Masalah sosial seperti ini tidak akan pernah bisa masuk ke pemahaman mereka yang tergolong 'tanggung' minumnya. Tidak akan pernah benar benar sadar, bahwa miras oplosan yang berbahaya ini menjadi sebuah hukuman mati bagi para remaja tanggung, dengan bujet terbatas pada usia coba coba mereka. Yang awalnya iseng saja, ternyata berbuntut kematian pada mereka, teman minum mereka dan tentunya kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan. Lebih mudah menjatuhkan stigma atau stereotype 'preman' ketimbang mau sudi benar benar tau masalahnya. Alkohol menyebabkan banyak disfungsi di masyarakat. Kriminalitas pun menjadi ciri khas yang rekat berada di dalamnya.  Satu dua orang yang "maboknya asik" tidak menghilangkan fakta bahwa memang aparat dan dalam hal ini   pemerintahtidak tegas dalam pemberantasan maupun pengendalian penjualan alkohol baik yang legal maupun ilegal. Tak perlu bukti yang sulit kok. Cukup menyambangi gerai minimarket 24 jam dan dapat melihat dari segi usia apakah benar mereka yang mengkonsumsi betul betul mereka yang telah cukup umur untuk membelinya.  Atau perlu sedikit repot untuk sekedar berselancar di dunia maya dan tercengang, bahwa di setiap bagian daerah, tak mengenal agama atau keyakinan banyak korban yang mati akibat dari maraknya penjualan minuman keras ilegal dan oplosan ini. Apabila sudah bisa mencerna data data tersebut dengan baik, maka amigos atau 'agak miring got sedikit' ini terlihat sedikit nyaman. Apabila perbandingannya adalah liang kubur seseorang. http://www.suarapembaruan.com/home/tiap-tahun-18000-orang-tewas-karena-miras/41095 http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs349/en/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun