Seorang tersangka kasus korupsi, sebagaimanapun salahnya memang punya hak untuk mendapatkan pembelaan.  Menyebut seorang tersangka kasus korupsi sebagai koruptor, secara hukum adalah salah. Untuk bisa resmi menyebut mereka sebagai koruptor seseorang harus menunggu diketuknya palu hakim terlebih dahulu. Apabila dinyatakan bersalah setelah persidangan, maka sah sah saja apabila mereka mau disebut dengan koruptor atau mungkin bahasa hukumnya 'terpidana kasus korupsi'. Hal ini bertujuan supaya bahkan seseorang yang tertangkap tangan bersalah pun dapat menerima hukuman seadil adilnya. Dan disini, dibutuhkan tugas seorang pengacara atau disini lebih dikenal dengan istilah advokat. Si Pengacara sendiri ditunjuk dan diminta, bukan mencalonkan diri seperti dagelan dagelan yang sering kita lihat pada kasus tersangka korupsi kelas kakap yang marak akhir akhir ini. Mulia kan? Karena seseorang yang membantu supaya orang lain, walaupun bersalah mendapatkan hukum seadil adilnya secara tidak langsung telah membantu Tuhan untuk melakukan pekerjaannya di muka bumi. Tuhan sudah pasti Maha Adil, dan tidak menghendaki siapapun diperlakukan secara tidak adil oleh ciptaannya yang lain. Sayangnya, praktek yang berlaku sering kali menentang keadilan sendiri.  Pernah tidak, seorang pengacara yang mendapat mandat untuk mendampingi seorang klien tersangka kasus korupsi berkata pada seorang Jaksa Penuntut ( atau apapun istilahnya) maupun Hakim bahwa tuntutan  ataupun putusan terhadap klien-nya itu ternyata kurang berat? Saat seorang klien mengatakan apa adanya terhadap tim penasihat hukumnya, dan ternyata tim penasihat hukum klien menemukan bukti dan fakta yang dapat memberatkan si klien terhadap hukumannya, apakah akan dibawa ke depan meja pengadilan? Ada sih yang pasrah saja menerima putusan, namun belum pernah dengan apabila seorang pengacara mengatakan keberatan kepada Jaksa Penuntut atau Hakim karena dirasa 'terlalu ringan'. "Maaf, Pak Hakim tidak adil. Karena seharusnya Klien kami menerima hukuman lebih berat daripada (hanya) 2 tahun penjara untuk kasus korupsi ini ". [caption id="attachment_208285" align="aligncenter" width="640" caption="Silahkan pesan putusan sesuai ukuran - foto dokumen pribadi"][/caption] Pernah tidak?  Biasanya sih, entah melalui pemelintiran celah hukum dan yang lainnya, mereka akan berusaha agar si klien menerima hukuman seringan ringannya. Kalau bisa dilepaskan dari kasus dugaan korupsi tersebut. Jadi bukan seadil adilnya lagi yang dicari. Seringan ringannya. Fame and Fortune yang berbicara disini. Pengacara dianggap handal apabila mampu menangani kasus korupsi kelas kakap, banyak barang bukti yang memberatkan klien dan ternyata pada akhir putusan hakim kliennya mendapat sebuah keringanan atau bahkan dapat lenggang kangkung walaupun bukti bukti mengatakan sebaliknya.  Rate per hour sang pengacara pun melambung.  Para tersangka kasus korupsi pun berderetan antri memakai jasa mereka. Karena kebebasan lah yang mereka mau, bukan keadilan. Dan Pengacara pengacara yang mengejar sisi ketenaran dan (tentu saja) uang dari kasus seperti ini, bisa dipastikan sangat disayang Tuhan. Tidak perduli Tuhan yang mana, ataupun Tuhannya siapa. Para pengacara ini, para Jaksa penuntut, para Hakim dan aparat Hukum yang lain telah sukses bermain Tuhan. Ada juga para Notaris yang 'ngemplang' surat tanah orang.  Mereka akan bermain di ranah hukum manusia yang banyak celah dan cacatnya, sehingga keadilan pun menjadi sebuah permainan. Tuhan yang Maha Asli? Tentu senang dengan perilaku mereka. Kasus kasus dimenangkan, dunia dilimpahkan. Pacaran sama artis ( walaupun akhirnya diputus) pun diberikan. Di jor , semuanya terhadap mereka mereka ini.  Apapun yang mereka kejar didunia, pasti akan diberikan. Untuk pihak yang dirugikan atau tak sering pula disengsarakan, pasti akan berpikir bahwa Tuhan mempunyai sebuah sense of humour yang tinggi. Orang salah bebas, sementara orang tidak bersalah masuk penjara.  Tuhan tidak adil, saat keadilan diantara manusia sendiri tidak di'restui' untuk berdiri dengan tegak. Maaf, tapi ini pendapat yang salah kaprah. Karena Tuhan sudah pasti Maha Adil. Semua diberikan di dunia ini untuk mereka mereka yang berlaku tidak adil kepada ummatnya. Karena Tuhan sayang terhadap ciptaannya. Semua, tanpa terkecuali. Diberikan semua nikmat dunia, karena Tuhan tau, suatu saat, mereka mereka yang diberikan nikmat di dunia ini pada akhirnya akan bertemu dengan Hakim yang Maha Adil. Dan tiada seorang pun koneksi mereka yang akan sanggup meringankan hukuman atas perlakuan mereka tersebut sehingga tempat yang 'nyaman' pun sudah disiapkan apa adanya. Bahkan,saat orang terakhir telah menjauhi makam mereka sejauh 40 langkah,  ciptaan Tuhan yang mempunyai duri sepanjang 8 hasta pun sudah akan melakukan tugas pra peradilan, semua murni seadil adilnya dan atas perintahNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H