Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Preman, Pilihan yang Realistis

27 Februari 2012   02:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:58 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Preman sendiri sebetulnya berasal dari Kata dalam Bahasa Inggris  "Free Man".  Terjemahan langsung ke Bahasa Indonesiapun berarti "Manusia yang Bebas".  Bebas dari aturan dan keteraturan, bebas dari etika dan norma yang berlaku di masyarakat. Bebas bersuara sesuai kehendak hati. Bebas dari hukum ?

Entah kapan dimulainya, terjadi pergeseran makna kata preman yang sebenarnya.  Preman lebih sering diasosiasikan kepada seseorang yang tidak taat akan hukum, dan sudah barang tentu menggeluti profesi yang berputar di dunia yang identik dengan kekerasan.

Mulai dari tukang palak rayon kampung, alias preman kampung sampai dengan kelas preman berdasi yang menguasai lahan parkir, judi, pelacuran, peredaran narkoba,tempat hiburan dan lain sebagainya.  Tapi bisa juga dimulai dari daerah yang dianggap 'lurus'. Sekolahan, Kampus, Instansi Pemerintahan, Perbankan dan sektor Industri yang lain. Bahkan di tubuh negara dan jajaran instansi hukumnya.  Semua tak luput dari premanisme.

Ada yang bersenjata cukup dengan obeng yang diasah, namun ada pula yang memerlukan pedang. Ada yang merasa wajib memuntahkan pelor, dan ada pula preman yang cukup berbekal seperangkat gadget.

Dulu, preman sangat mudah diidentifikasi. Dengan tato yang tak jarang disekujur tubuh dan stigma bahwa tubuh bertato akan susah mendapat pekerjaan, kita dapat dengan mudah mengenali mereka.  Namun sekarang?  Mereka ada dimana mana. Dengan atau tidak bertato. Dan berbaur dalam kehidupan kita sehari hari.

Bahkan bisa jadi, anda, saya, kita pun sebenarnya sejatinya mempunyai jiwa preman.  Saat kita sudah mengambil apa yang bukan menjadi hak kita, seberapapun kecilnya dan tak terlihat oleh orang lain, kita sebetulnya sudah menjadi seorang preman. Saat kita menerobos lampu lalu lintas yang sudah merah, berkendara lawan arah atau tidak memakai helm sebagai perangkat keamanan dasar anda selagi berkendara motor, otomatis anda sudah menjadi preman.  Membayar damai di tempat untuk tilang? Preman. Menyuap supaya proyek anda goal? Preman.  Mengintimidasi seseorang karena berbeda pendapat dengan anda, bahkan sampai kadang kadang harus berbaku hantam secara fisik? Jelas, ada sisi preman di setiap kehidupan dan diri kita.

Lantas, dimana letak kesalahannya? Apabila sekelompok orang atau individu memilih sebuah jalan yang seringkali berseberangan dengan hukum dan tatanan hidup masyarakat demi sebuah tujuan yang sama sama kita lakukan setiap hari. Mencari uang.  Mereka ada, karena ada permintaan. Ada celah, yang bisa dimanfaatkan. Ada jasa, yang masih diperlukan.  Ada tindakan, yang perlu diambil karena kita sendiri tak mau tangan kita kotor karena melakukannya. Masih mau mengelola tempat judi, pelacuran dan tempat hiburan, karena kita masih menginginkannya.  Mengelola keamanan , karena kita tak bernyali atau enggan melakukannya.

Setidaknya, mereka lebih 'jujur' daripada kebanyakan kita. Mereka berani berkata, bahwa uang yang didapat itu memang tidak secara syah, atau halal. Banyak yang melakukannya demi keluarga, untuk diri sendiri ataupun memperkaya sebuah organisasi dan golongan.   Tidak sedikit yang menjadi kaya, namun banyak pula yang hanya pas pasan.

Menjadi preman, adalah pilihan yang realistis. Saat lapangan pekerjaan yang kurang dan nyawa yang jadi taruhan.  Sulit, untuk bicara norma masyarakat, hukum, bahkan agama sekalipun apabila perut sudah lapar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun