Sebelum menyatakan setuju, atau tidak setuju, lebih baik kita bersama-sama mengerti terlebih dahulu apa arti Khilafah yang sebenar-benarnya. Terlebih saat marak disuarakan, atas sebuah gerakan bertajuk Khilafah Islamiyah di Indonesia sendiri.
Khilafah (bahasa Arab: خلافة) sendiri bermakna sebuah tatanan kepemimpinan umum bagi seluruh muslim di seluruh dunia dengan menggunakan hukum syariat Islam, dan juga bertanggung jawab atas penyebaran dakwah ke seluruh penjuru dunia. Pemimpin dari sebuah tatanan Khilafah disebut dengan sebutan Khalifah, Imam, atau Amirul Mukminin (Pemimpin bagi orang Mukmin).
Tidak banyak yang menyadari, bahwa pada tanggal 3 Maret 2017 yang lalu adalah 93 tahun berakhirnya sistem Khilafah terakhir di muka bumi, yakni Kekhalifahan Ustmaniyyah (Ottoman) melalui pengaruh dari Mustafa Kemal Atartuk di Turki. Sebuah Kekaisaran besar yang sarat dengan historis pergerakan dan kemajuan Islam pada masa itu yang terkenal dengan Sulaiman Agung dan terlebih penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II atau lebih dikenal dengan nama Muhammad El Fatih ( Muhammad Sang Penakluk). Dan mulai pada masa itu, Konstantinopel pun berganti nama menjadi Istanbol (Islam Keseluruhan) atau saat ini dikenal dengan nama Istanbul, Ibu Kota Turki.
Wilayah Kekhalifahan Utsmanniyah tidak hanya meliputi Turki saja, melainkan Eropa Timur, Barat, Asia dan beberapa wilayah di Afrika. Bahkan jejak-jejak masjid yang ada di berbagai negara yang bertetangga dengan Turki di Eropa Timur seperti Bulgaria pun terlihat dengan jelas. Satu Masjid era Utsmaniyah di kota tua Plovdiv, Bulgaria menjadi bagian dari sejarah penting: kebesaran Islam, kerajaan asli Eropa Timur dan kekuatan besar bangsa Romawi pada masa itu.
Khalifah adalah Raja dari segala Raja. Tidak hanya berlaku pada satu daerah saja, namun juga berlaku diseluruh dunia. Tak terlepas, tanpa terkecuali, pada masa itu adalah Nusantara, sebelum ada dan dikenal nama Indonesia sendiri. Banyak dari para penyebar agama Islam di Indonesia pun masuk melalui jalur perdagangan dan tak lepas dari perintah dakwah yang diturunkan langsung dari Khalifah yang menjabat pada waktu itu. Bahkan para Wali Songo periode pertama dimana di dalamnya termasuk Maulana Malik Ibrahim dan juga Syech Subakir yang namanya tercatat dalam Babad Tanah Jawa sebagai penumbal tanah Jawa dengan Aji Rajah Kalacakra nya di Gunung Tidar.
Mereka adalah utusan dari Sultan Muhammad I dari Kekhalifahan Utsmanniyah, Istanbul.
Tercatat sebuah periode yang cukup signifikan, dimulai pada tahun 1299 sampai dengan 1924. Sejarah pun mencatat, bahwa tumbangnya Kekhilafahan Islam terakhir di muka bumi pada saat itu adalah hasil dari beberapa kali diangkatnya Khalifah yang kurang memahami syariah Islam.
Dan pada puncaknya, Perjanjian Curzon yang diprakarsai oleh Inggris pada 21 November 1923 pun jadi pemicu tumbangnya Kekhilafahan Utsmaniyyah. Delapan bulan kemudian, Kemal Pasha (Mustafa Kamal Atarturk) mengakhiri Kekhalifahan Islam terakhir sejak masa Rasulullah SAW.
Sejak saat itu, sistem pemerintahan sekular pun menjadi pilihan Turki: memisahkan agama dengan sistem pemerintahan.
Cukup dengan sejarah panjang, lantas bagaimana dengan Indonesia? Mengapa akhir-akhir ini banyak sekali gerakan yang mempropagandakan sistem Khilafah Islamiyah? Gencar menyuarakan nuansa 'kebangkitan Islam' di Tanah Air dengan tak jarang mengkritisi dan menolak demokrasi dan bahkan dasar negara NKRI yakni Pancasila? Pemahaman umat pun seperti terpecah disini. Yang setuju, didasari oleh sebuah hadist shahih tentang Daulah Islamiah yang bangkit pada satu masa dan atas nama solidaritas terhadap kaum muslimin di seluruh dunia. Terkesan baik adanya sepertinya kan?
Namun tidak semudah atau semurni gagasannya.