[caption caption="Sumber Foto: AjieNugroho | Foto koleksi Kampret (Kompasianer Hobi Jepret)"][/caption]Malas rasanya menulis artikel ini dan masih berkutat di hal ini.
Hanya, melihat perkembangan ke sini, sepertinya (kebanyakan dari) kita seperti sudah kehilangan arah. Semakin tidak yakin, terlebih (pura pura) tahu bahwa ternyata perkembangan pelaporan untuk topik yang hit lalu ternyata tidak bertambah secara signifikan. Dengan kata lain, semakin banyak bukti ternyata tidak juga membawa satu perubahan signifikan.
Kenapa bisa demikian?
Karena ternyata euphoria tentang GT ini masih berkutat di ranah pribadi. Kalah-menang masih menjadi pertimbangan (komunal). Sedikit sekali yang cenderung benar benar memikirkan aspek benar dan salahnya. Yang semula mendukung sosok dan mereka yang sekarang ini, malah memicu satu topik yang kian dihujat kemana mana. Ditertawakan.
Banyak yang dicerca semena-mena, hanya karena kesalahan memercayai satu atau dua orang. Karena pertemanan di masa lalu. Dan mereka yang tidak merasa sejalan sedari dulu, seperti menemukan gudang peluru dan memuntahkannya secara cuma-cuma.Â
Kebanyakan fokus terhadap intriknya. Bukan terhadap masalah yang benar benar ada. Buat apa?
Kalau Kompasiana dikatakan menurun kualitasnya, ya mohon maaf sebesar besarnya bila saya harus bicara bahwa sebetulnya kita jugalah penyebabnya. Berbicara strategis bisnis, ternyata drama model telenovela lengkap dengan intrik dan peran baik maupun antagonis inilah yang digemari oleh publik. Sebagian besar dari kita memang seperti ini. Mau enggak ngaku?
Ini refleksi.
Laris kayak kacang goreng. Pernah dengar kan istilah itu? Perumpaan tersebut mewakili satu perumpamaan. Kacang goreng itu renyah, merakyat, mandek pait makannya dan yang jelas (hampir) semua orang suka. Kacang goreng itu nikmat dan memang bukan makanan berat. Kalau kita sendiri masih suka ngenyek mereka yang sebetulnya juga merasa tertipu dengan isu yang it-itu juga dan seperti ketawa kegirangan, ya gak perlu juga sih berbangga hati. Lebih baik berusaha melecut semangat menulis yang lebih baik dengan gesture seperti itu juga.
Ternyata nih, kita semua ya memang berada di kolam yang sama.Â
Bagi yang merasa tertipu dengan sosok sosok terkait, kalau boleh saya lancang mengatakan, ya jangan terlalu nelangsa juga. Ada satu sisi baik yang perlu ditekankan bahwa kita yang mudah tertipu. Hal tersebut biasanya terjadi karena di dalam hati, mereka tak pernah atau jarang berpikir buruk tentang orang lain.Â