Arabisasi. Istilah ini muncul saat melihat maraknya ornamen ornamen berbau Timur Tengah ramai menghiasi sudut kota dan pusat perbelanjaan saat ini. Â Tentu, karena saat ini berkaitan dengan bulan suci Ramadhan. Â Nuansa Islami dan Timur Tengah memang tak mudah untuk di pisahkan. Â Bentuk display yang menyerupai kubah masjid, warna warna nuansa hijau dan terakota, Â siluet pohon kurma dan bentangan permadani dengan ornamen yang khas pun betebaran. Â Benarkah itu yang dinamakan "Arabisasi" tadi? Bisa jadi. Saat seseorang memilih mengenakan entah itu baju koko atau gamis dengan model baik dari jazirah Arab maupun style Pakistan. Â Celana Ihram pun yang dipakai. Â Sarung pun berpadu padan dengan baju koko sendiri. Kebanyakan berseragam dengan warna putih yang netral, walaupun ada juga warna warna yang lainnya. Peci? Menjadi pelengkapnya. Ada yang berbentuk songkok khas Nusantara, ada juga yang berbentuk bulat. Bahkan, ada juga yang membawa kain sorban, dan ada juga yang memakainya. Â Mohon maaf, apabila saya tak bisa membahas busana wanita, karena tidak terlalu mengenal jenis jenisnya. Arabisasi? Mungkin saja. Bukan berarti, saat seseorang mengenakan gamis itu ingin jadi arab araban. Â Toh kalau memang iya, apa yang salah disana? Bisa jadi si fulan memang ternyata Arab beneran? Kan budaya Timur Tengah pun telah melebur di kebudayaan Indonesia sendiri? Buat yang bukan keturunan Arab, sekedar ingin ikutan pakai boleh tidak? Kenapa tidak? Â Selama pantas dan tidak berlebihan, karena adab berpakaian pun sudah ada aturannya. Selama tugasnya menutup aurat dengan baik, kebersihan yang terjaga dan yang terpenting : masih dalam koridor Agama Islam tentunya, ya mari dinikmati saja. Â Memang benar, pakaian tidak akan menentukan kadar keimanan kita, yang penting hatinya. Tetapi, saat beribadah pun sudah ada tata caranya . Â Tidak 'kurang bahan' alias ketat tak beraturan sehingga malah bikin risih yang dibelakang saat bersujud. Sering terjadi, bukan sekali dua kali. Â Dan tidak pula berlebihan. Pemilihan warna yang lembut, bersih. Keseragaman yang harmonis. Lagipula, pakaian yang "arab" begitu nyaman untuk dipakai beribadah dan beraktifitas. Itu yang terpenting. Â Saat menjalankan perintah shalat, saat duduk bersila mendengarkan ceramah, atau bahkan saat bersantai dan bercengkerama. Â Sekali lagi, adab dalam berpakaian sudah ada aturannya. Pakai batik saat taraweh ? Kenapa tidak? Â Ini kan khas "Indonesia". Harap dipertimbangkan juga, pemilihan batik yang akhirnya tidak menyulitkan gerakan saat beribadah sendiri. Bagi yang merasa nyaman, dipersilahkan. Â Tapi sejatinya, batik sendiri beraneka ragam. Keinginan untuk menjadi 'satu' dan melebur dalam satu keimanan, jadi kurang seragam. Again, kembalikan kepada makna beribadah dan adab berpakaian sendiri. Pakai sarung ? Ajib. Pakai celana ikhram? Mantap. Pakai celana panjang biasa? Asik aja. Pakai gamis terusan? Kenapa harus ragu? Apabila ada, tak ada salahnya menyisihkan uang sedikit untuk pakaian beribadah. Jangan saat kerja saja ingin tampil 'all out' bak eksekutif muda. Untuk ibadah, Â mari all out juga.
Note : Foto dok pribadi.
Arabisasi? Dalam berpakaian, dalam kebudayaan dan tentu dalam keagamaan? Â Yang baik baiknya saja ya ? Silahkan saja. Itu keren, Juragan . Yang penting adalah niat nya. Terpenting adalah untuk ibadahnya. Selama kita sekalian tak melupakan, bahwa 17 Agustus yang akan datang ini masih jadi Hari Kemerdekaan kita. Masih Bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H