Peringatan: Tulisan 18 + Keatas karena menyangkut produk tembakau, dan sejenis.
Tanpa menyebut merk dagang atau perusahaan yang  kurang perlu disebutkan, ada sedikit cerita tentang bagaimana satu proses produksi rokok itu dilakukan dan bagaimana sedikit paranoia akan penularan sebetulnya gak perlu sejauh itu.
Yang pertama tanyakan ke diri sendiri dulu. Apakah anda seorang perokok? Kalau tidak bisa anda kesampingkan semua ketakutan akan penularan, mutlak.
Yang ini selesai ya.
Yang kedua, apabila memang anda seorang perokok, apakah anda merokok produk merk dagang yang "diasumsikan" itu? Kalau enggak, ya sudah ga perlu bingung.
Kalau jawaban nya adalah Ya :
Kenapa harus bingung juga? Didalam industri manufakturing produk tembakau seperti rokok ada nomor serial produksi. Sehingga sangat mudah apabila ( ini hanya berdasar asumsi) ada produk yang terpapar ya untuk ditarik peredaran nya di pasaran.
Tracing atau mengurut  balik produk itu mudah kok. Praktek recall produk juga jamak dilakukan.
Dan apabila dipikir sudah terlambat untuk menarik balik? Ya  ga seperti itu juga. Sekarang nalar aja deh. Apa iya bagi perokok "merk dari perusahaan tertentu"  itu sudah ada keluhan penyebaran yang masif, kecuali di lini internal mereka ya "
Manusianya bisa terpapar, produknya belum tentu lho. Ada beberapa hal lain disini yang jadi faktor pematah teori itu.
Tempat atau fasilitas produksi yang ada tidak berkonsentrasi di satu lokasi saja. Nah disini belum tentu lho produk yang mungkin sedang atau akan di konsumsi itu ternyata dibuat di tempat yang ( sekali lagi) di asumsikan menjadi tempat penyebaran.
Belum lagi sebetulnya, proses manufakturing produk sigaret kretek itu ada dua tipe:
Sigaret Kretek Tangan (SKT) , ataupun Sigaret Kretek Mesin ( SKM) atau Sigaret Putih Mesin ( SPM). Yang terakhir ini produk rokok "putih" tanpa cengkeh.
SKT memang memperkerjakan tenaga buruh linting yang lumayan banyak. Â Resiko disini memang ada. Ciri khas produk SKT itu yang tanpa filter.
Namun apabila ternyata produk yang anda konsumsi itu produk SKM, ya resiko memang tetap ada tapi amat kecil sekali.
Kenapa bisa demikian? Karena proses manufakturing/ pembuatan dari hulu sampai dengan hilir sangat minimal sekali  terpapar  manusia. Mesin secara otomatis dengan minim tenaga manusia sebagai operator, semua dari mulai pengolahan tembakau-  produksi batangan sampai dengan masuk kemasan rokok.
Dan resiko itu semakin diperkecil karena sesuai dengan namanya, baik SKT atau SKM ada satu penanda yang sangat khas Indonesia. Kretek, itu menandakan penggunaan cengkih.
Dan cengkih dan juga minyaknya, itu termasuk antiseptik  dan antibodi yang canggih.
Saya ga bilang merokok itu baik, tapi jangan lupa bahwa sejarah rokok Kretek Khas Indonesia itu menggunakan rajangan cengkeh sebagai campuran tembakau justru karena berkhasiat sebagai obat.
Awalnya.
Kalau memang masih khawatir ya berhenti lah merokok. Itu juga lebih baik ketimbang setiap ngerokok jadi deg deg an kebawa psikosomatisnya. Kalau masih pengen ngerokok tapi masih takut?
Ya coba aja tiap batangnya rokok nya panjenengan di cuci pake sabun, dijemur trus di rokok setelah itu.
Pasti gak karuan rasanya.
Kurang lebihnya, seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H