Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dentuman Meriam yang Berubah Menjadi Suara Mercon ?

12 Juli 2013   22:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:38 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih tradisi seputar Ramadhan. Dari mana asal tradisi tentang suara mercon yang bersahut sahutan di malam , bahkan terkadang sampai pagi di bulan Ramadhan ini? Mengingat 'perang mercon bumbung jaman dahulu sewaktu penulis masih kecil merupakan tradisi. Biasa dimainkan setelah berbuka puasa, diantara jeda shalat maghrib dengan tarawih. Dan kemudian berlanjut setelah tarawih usai. Seru memang, meskipun sekarang ini mercon sudah dilarang. Banyaknya korban baik dari sisi anak anak maupun produsen rumahan mercon mengakibatkan pihak yang berwajib mengenakan larangan yang cukup ketat perihal mercon sendiri. Meski demikian, masih tetap terdengar suara dentuman ( atau juga desiran) mercon masa kini yang lengkap dengan bola api dan suara memekakan telinga.

Suara desingan mercon yang diakhir dengan pendaran cahaya dan suara memekakkan telinga. Dok.Pri

Kembali lagi ke tradisi. Darimana asalnya? Mercon atau petasan bukanlah budaya Islam. Lebih cenderung terkenal pada perayaan tradisi Etnis Cina , dimana sejarah memang mencatat bahwa Bangsa Cinalah penemu bubuk mesiu dan yang mempergunakannya pertama kali untuk penggunaan persenjataan. Disamping itu, juga untuk perayaan seperti petasan dan lain hal.

1373642318241918452
1373642318241918452
Bangsa Cina : Inventor Bubuk Mesiu, Meriam dan Juga Mercon ( Fireworks) pertama .

Dokumen Rankopedia.com

Saya tidak begitu mengetahui tradisi di daerah lain, namun di Semarang, Jawa Tengah, dulu ada sebuah tradisi dimana pada saat awal Ramadhan telah ditentukan, maka pukulan beduk bertalu talu dan juga dentuman sebuah meriam kuno di Masjid Kauman, Pasar Djohar Semarang akan menjadi penandanya.

13736418431738935592
13736418431738935592
Masjid Agung Kauman, Pasar Djohar, Semarang. Foto dok : Masjid Kauman.

Bahwa Ramadhan telah tiba.  Di situ jugalah perayaan pasar tradisional khas Semarang, Dugderan pun dinamakan. Suara "dug" ; dari beduk yang dipukul bertalu talu ditutup dengan suara "der"  menggelegar dari letusan meriam.  Saat ini, suara meriam tidak lagi terdengar, hanya bedug bertalu talu selepas Maghrib yang menjadi pertanda sukacita menyambut Ramadhan. Meski demikian, pesta perayaan rakyat  Dugderan yang dimulai dari masa Bupati Semarang pada awal abad 19, Tumenggung Purboningrat pun tetap menjadi sebuah tradisi unik. Dimana sejarah menyebutkan bahwa keinginan Bupati Tumenggung Purboningrat pada saat itu dengan mengumpulkan ulama , warga dan yang lain disekitar Pasar Djohar untuk menentukan awal mula Ramadhan sendiri, adalah sebab karena dulupun sudah ada banyaknya perbedaan untuk menentukan awal Ramadhan! Dan pesta rakyat tersebut, dan juga suara bedug bertalu talu dan juga suara meriam tersebut menjadi sebuah sejarah usaha pemersatuan perbedaan pada saat itu. Sebuah kekayaan budaya dan kearifan masa lalu , yang tepat pada masanya. Semarang, sebagai sebuah Kota Bandar dengan sejarah perpaduan kultur antar etnis Jawa, Cina, Arab dan lainnya pun mungkin juga turut memberikan tradisi mercon ini. Dimana sebuah perayaan yang mungkin ada pengaruhnya dari suara dentuman meriam, dan juga perayaan khas etnis Cina ? Melihat banyaknya persamaan seperti Jakarta atau Batavia tempo dulu dengan peleburan multi kultur, Surabaya, dan berbagai kota lainnya dimana dulunya merupakan kota kota pelabuhan dengan peleburan etnis dan kulturnya, apakah mungkin tradisi mercon ini berawal dari sana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun