Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Kampanye 'Sehat', Bisakah? Belajar dari Sukimin, Sarimin dan Minisme

16 April 2014   16:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:36 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan kegagalan seorang pemasar atau tim kampanye seorang tokoh adalah pada saat mereka sendiri gagal mengetahui dengan pasti produknya, dalam hal ini sang calon atau pandangan politiknya. Tarik ulur seperti halnya main layangan tidak dilakukan disini.  Terus dan melulu, Sukimin pergi ke Pasar terus menerus dipasarkan setiap saat.

Yang terjadi nantinya bukanlah sebuah efek positif lagi. Tetapi kejenuhan para penerima 'iklan' tersebut. Dan bujet kampanye yang tidak sedikit ini menjadi tidak tepat guna, karena pada akhirnya mereka yang diharapkan sebagai target pasar dari produk calon atau pandangan politik ini kemudian mengganti channel di televisi atau bahkan mata dan benak mereka pada saat menemukan imej Sukimin tadi.

Atau bahkan Sukimin pergi ke Pasar, lebih jauhnya.  Sukimin, pergi, sedang, lagi, senang, ke Pasar tadi bukan lagi sesuatu hal yang menyenangkan. Menjadi datar, biasa biasa saja.

Bukan lagi "Wow, hebat tenan .  Sukimin pergi ke pasar , ya? " melainkan  :  " Sukimin pergi ke pasar?? So What?! Si Sarimin juga pergi ke pasar kok. Nothin' special !"  Negatif, penerimaannya.

Seorang individu seperti calon, atau sebuah pandangan politik pada akhirnya memang sama saja dengan sebungkus kacang goreng. Mereka, atau itu adalah produk yang dipasarkan. Tetapi cara 'mengemas' dan memasarkannya tentu super berbeda.

Belum lagi apabila kemudian bahkan iklan Sarimin kemudian menjelek jelekkan Sukimin. Waduh ! Respek yang mungkin tadinya (masih ) ada ataupun ketertarikan terhadap Sarimin bisa jadi secara perlahan menghilang dan bahkan berubah menjadi dukungan terhadap Sukimin.   Padahal tadinya mungkin Sang Sarimin yang Naik Kuda ini terlihat super keren dan gagah. Tapi jadi kurang baik karena Sarimin naik Kuda trus ndepak Sukimin. Ini bukan cara yang baik untuk memasarkan sebuah produk.

Budaya timur di Indonesia dan juga stereotype kultural yang sayangnya masih terbentuk  (terima kasih) kepada sinetron sinetron kacangan yang beredar di banyak televisi adalah mereka akan cenderung tidak menyukai peran yang dhalim. Si kaya dan si miskin. Yang teraniaya menimbulkan empati.  Dan sebetulnya memang emotional buying lah yang lebih berperan nanti di bilik suara. Secara kebanyakan.

Bukan sebuah pemikiran logis pada akhirnya.

Jadi saat sebuah entitas pemasar baik dari Sarimin maupun Sukimin terus menerus melakukan "kampanye hitam" terhadap calon atau pandangan yang berseberangan, banyak massa yang tadinya mungkin simpati justru akan menjadi berbalik kelak nanti bila saatnya tiba.

Orang wegah memilih seseorang yang tukang ngrasani. Yang suka berkata buruk kepada pihak lainnya. Jadi apabila didalam benak para pemasar ini berpikir " Wajar, Bung, ini politik !" maka saya yakin berjuta juta pemilih yang sudah semakin pintar ini akan menarik nafas panjang dan berucap dalam hati, " Bukan cara ini yang saya sukai, dan bukan calon atau pandangan politik andalah yang mendapatkan simpati, hati atau suara saya nantinya "

Dan juga bagi para pemasar, ataupun para simpatisan yang kadung gandrung kepada baik Sukimin maupun Sarimin ataupun min min yang lainnya, tahanlah sedikit 'nafsu menggelora' anda sekalian.  Karena terkadang yang semakin terlihat bukan sebuah dukungan atas Sukimin atau Sarimin yang terlihat disana, melainkan ego pribadi masing masing yang sejatinya memanfaatkan pemasaran Para Min dan Minisme -nya ini untuk sesuatu yang lebih simpel terlihat :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun