Apa yang 'disuarakan' oleh Dinda , seorang ignorant yang kurang etika untuk tidak memberikan kursinya pada seorang ( atau lebih) Ibu ibu hamil memang sejatinya kelewatan.
Ciri acuh dan tidak mengerti etika seperti ini memang sering terlihat di kota besar, seperti contoh Jakarta. Kota yang semrawut dengan jiwa individualis yang tertanam sejak dini. Melihat motor yang mengambil jalan para pejalan kaki, klakson yang 'mengajak' perang urat syaraf, pelanggaran lalu lintas , bukankah itu hal yang sama ya?
Dan satu hujatan terhadap Dinda atas pembelaan terhadap para ibu hamil itu nyatanya pun tidak merubah kebiasaan 'makan' jalan orang lain sampai dengan detik ini . Jadi sebetulnya apa poin dari hujatan itu sendiri?
Ada satu pelajaran lagi yang saya pribadi kurang bisa setuju. Mengangkat screenshot percakapan Dinda di jejaring sosial Path menjadi konsumsi publik. Memang, ada seperti pernyataan tidak offisial bahwa segala sesuatu yang di tampilkan di dunia maya sejatinya sudah menjadi milik publik. Menjadi prasasti tentang orang itu sendiri. Salahnya sendiri mengungguh suatu pernyataan seperti itu di sebuah media sosial.
Apakah seperti itu kesimpulannya ? Bisa jadi, namun seharusnya hal itu tidak terjadi dengan sebuah jejaring sosial dengan limitasi perkawanan seperti halnya di Path sendiri. Terkecuali, Dinda memang 'sengaja' memberikan tautan ungguhannya ke media sosial lain secara otomatis. Semisal Facebook , Twitter, atau juga yang lain. Â Tetapi apabila tidak, maka hanya merekalah yang berada di 'circle of friends' atau lingkungan pertemanan Dinda-lah yang menyebarkan screenshot dari percakapan tersebut.
Dan itu adalah pelanggaran privasi terkait dengan netiquette, atau etika berselancar di dunia maya termasuk didalamnya jejaring media sosial.
Melakukan suatu teguran, atau bahkan bullying secara masal terhadap satu pendapat atau bahkan tindakan yang bisa jadi salah bukan satu contoh pemikiran yang baik. Terlebih apabila masing masing individu yang "menyalurkan" pendapat dan ketidak setujan mengenai tindakan Dinda sendiri sejatinya dalam kesehariannya pun masih harus belajar banyak tentang etika yang lainnya.
Mungkin bukan tentang Ibu Hamil, tetapi bisa jadi etika dalam budaya antri, buang sampah atau lainnya. Masih banyak, etika etika yang tampaknya sudah terlupakan, ataupun peraturan yang  'dengan sengaja' diabaikan.  Dan menyebarkan screenshot sesuatu yang seharusnya bersifat privacy pun sudah melakukan pelanggaran etika sendiri.
Jadinya 11-12 alias blunder kan ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H