Dalam Politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, anda bisa bertaruh sebenarnya semua benar-benar direncanakan seperti itu_Franklin D Roosevelt
Mengamati konstalasi politik nasional hari ini, saya teringat dengan perkataan Presiden ke-32 Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt, satu-satunya presiden dalam sejarah pemilu Amerika yang terpilih empat kali dalam pemilu Amerika melewati aturan konstitusinya yang hanya memperbolehkan dalam masa dua kali periode. Hiruk pikuk pemilu tahun 2024 di Indonesia saat ini semakin memanas karena ditengarai banyaknya faktor.
Seperti pemilu kali ini merupakan perebutan posisi kekuasaan transisi sebab presiden joko Widodo tidak dapat menjabat kembali namun program nasional yang telah dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo harus dapat dipastikan dapat berkelanjutan siapun presiden penggantinya, keinginan PDI Perjuangan untuk melakukan hatriks politik dengan memenangkan kontestasi tiga kali berturut-turut disatu sisi dan munculnya narasi dimana Jokowi tidak patuh sebagai petugas partai karena tidak fokus mengendorse Ganjar Pranowo sebagai capres yang diusung sang partai pemenang dan mendua dengan memunculkan kedekatan yang lebih intens dengan Prabowo Subianto yang tak lain adalah capres dari kubu sebelah.
Belum kuatnya koalisi yang dibangun oleh setiap kubu juga perlu menjadi perhatian khalayak, dan terutama menurut hemat penulis adalah kontestasi pemilu kali ini spektrum Gerakan politik nasional hari ini terletak pada penentuan sosok figure cawapres.
Faktor terakhir diatas cukup menarik untuk diamati dan dianalisis. Setidaknya karena; Pertama, banyaknya figur muda yang muncul dan dibadrol harga paten oleh partai politik harus menjadi calon presiden atau calon wakil presiden -- mungkin demi investasi politik di masa depan. Kedua, penentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) menambah sengit pertarungan sehingga partai politik memiliki daya tawar cukup besar meski tidak pada posisi calon presiden, setidaknya pada posisi wakil presiden.
Bagi banyak pihak yang mengamati dan menganalisa kondisi konstalasi politik tanah air dalam satu bulan terakhir tentu begitu terasa sengitnya dunia perpolitikan hari ini dan harus terus memaksa kita menghela napas dengan setiap rentetan peristiwa politik belakangan.
Seperti Gerakan tiba-tiba merapatnya Golkar dan PAN Â untuk berkoalisi dengan Gerindra -- PKB yang sebelumnya telah membentuk koalisi KKIR padahal kedua partai tersebut sebelumnya terlihat intensitasnya dengan PDI Perjuangan, munculnya spekulasi liar memasangkan Ganjar Pranowo dengan Anies Baswedan yang berbuntut kedap-kedipnya PPP dengan Demokrat sehingga ter-landing isu memasangkan Sandiaga -- AHY sehingga muncul spekulasi akan terbentuknya poros baru, efek kejut juga muncul ketika ulang tahun PAN dimana Capres Prabowo Subianto bersama Airlangga Hartanto selaku pimpinan Golkar.
Zulkifli Hasan selaku ketua PAN, dan Yusril Ihza Mahendra selaku Ketua PBB merubah nama koalisi mereka yang sebelumnya KKIR (Koalisi Kebangsaan Indonesia Raya) menjadi KIM (Koalisi Indonesia Maju) membuat Cak Imin dan Partai Kebangkitan Bangsa terkejut dan merasa tidak diajak berembuk atas perubahan tersebut memunculkan spekulasi kejegahan PKB pada koalisi untuk mensukseskan Prabowo sebab kesepakatan KKIR menempatkan Cak Imin sebagai sosok utama penentu cawapres koalisi tersebut meski akhirnya keadaan itu diklarifikasi oleh Gerindra bahwa kewenangan Cak Imin tidak berkurang sedikitpun meski nama koalisi berubah.Â
Terakhir kejutan muncul ketika Surya Paloh mengumumkan Cak Imin akan menjadi pasangan anies baswedan sebagai cawapres pasca pertemuan Paloh dengan Cak Imin di nasdem tower.Â
Hal tersebut tentu menjadi peristiwa dengan efek kejut paling besar dari berbagai manuver politik yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak pihak yang kelimpungan dengan munculnya isu tersebut, tentu paling utama adalah Partai Demokrat yang menempatkan AHY sebagai cawapres dengan bandrol harga mati. Demokrat seolah kebakaran jenggot dan benar-benar terlihat marah atas situasi dan perkembangan tersebut. Demokrat merasa dikhianati oleh nasdem karena pengumumannya yang sepihak dan tidak sesuai dengan deklarasi koalisi untuk perubahan yang sudah dibangun jauh sebelumnya.Â
Disamping itu, Koalisi Indonesia Maju tentu juga akan melakukan aktivitas yang sama meski tidak seterkejut dan semarah Demokrat mengingat ketersediaan stok cawapres di internal mereka dan melonggarnya penentuan capres karena cak imin sebagai penentu cawapres atas Capres Prabowo Subianto melakukan manuver. Saya berfikir, bagaimana dengan kubu Ganjar Pranowo, sekilas benak saya berkata mereka sedikit tersenyum lega sepertinya karena situasi semakin dinamis mengingat Ganjar Pranowo juga belum mendeklarasikan cawapresnya.
Hiruk pikuk dinamika politik tersebut tentu perlu disikapi dengan santai sebab jika kembali pada pendapat Franklin D Roosevelt, dalam politik tidak ada kejadian kebetulan, semua sesuai dengan scenario dan seting yang terencana sebelumnya, meski pasti ada pihak yang Baper (terbawa perasaan) dan ada yang ngintipnya lebih kencang lagi karena membaca keadaan yang sangat mungkin akan muncul kejutan lagi. Setidaknya bagi kita, Baper dan intip sana intip sini merupakan hal biasa dalam politik. Politik selalu terbawa Baperisme layaknya sebuah drama dan sandiwara karena begitulah politik. Maka mari kita amati dengan seksama.