Saya menghindari beberapa kondisi jika ingin menulis. Salah satunya saat emosi sedang menguasai hati. Terombang-ambing. Tidak stabil.
Biasanya, saya menahan diri. Jangan sampai jemari menari di atas layar ponsel. Bisa berbahaya. Berujung tendensius. Dan mungkin menyeret banyak orang.
Mungkin kondisi hati akhir-akhir ini seperti perekonomian nasional yang kembali melemah di kuartal kedua tahun ini. Inflasi dituding salah satu musababnya.
Mungkin ini beririsan dengan isi kantong yang juga terkuras habis untuk biaya hidup dua dapur. Hihihi. Ampun dah.
Kalau ditarik garis menuju data kemiskinan nasional yang baru dirilis, yang menyatakan bahwa penduduk miskin kembali bertambah, ini memang masih ada sangkutannya.
Data kemiskinan itu juga menyebut komoditi beras masih menjadi yang paling berpengaruh terhadap garis kemiskinan. Masih di atas 20 persenan. Angka pastinya silakan tengok website bps.
Saya memang sedang berjuang menurunkan berat badan. Makanya, saya berusaha mengurangi porsi nasi. Tapi perut masih tetap membuncit. Lah, relevansinya apa sih? Maaf, maaf.
Halah, maafkan saya. Yang membahas data pertumbuhan ekonomi. Lalu masuk ke data kemiskinan. Menyindir data inflasi. Dan mencoba menariknya ke usaha diet. Wkwkwk. Sangat tidak relevan. Maafkan.
Saya coba membagikan sebuah gambar. Ini diambil saat saya menunggu bus di halte jalan Boulevard- Makassar.
Ada banyak hal yang bisa diamati. Tentang penjual makanan yang jualan khusus di malam hari. Tentang banyaknya mitra ojol yang masih wara-wiri cari penumpang.
Dan saya yang baru turun dari mobil angkutan umum dari Barru. Yang akan melanjutkan perjalanan via bus mamminasata. Ini sejenis Transjakarta. Tapi unitnya masih mungil. Seperti Tayo.