Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Alumni Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kakek Bukan Guru

26 November 2019   17:11 Diperbarui: 26 November 2019   18:04 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kakek Bukan Guru, Tapi Dipanggil Guru.

Mendiang Kakek dipanggil dengan sebutan Guru. Tapi ia tidak pernah mengajar  di sekolah. Saya dibuat heran dengan sebutan orang-orang kepadanya.

Sejak berusia sepantaran anak SD kelas satu, saya jadi bertanya-tanya. Mengapa kakek dipanggil guru tapi ia tidak pernah ke sekolah. Tidak pernah masuk kelas dan berdiri di depan anak didik. Saya dan cucunya yang lain pun tidak pernah memanggil kakek dengan sebutan guru.

Tahun berganti. Rasa penasaran saya belum terobati. Yang saya tahu, kakek adalah seorang imam masjid di kampungnya. Ia juga selalu dipanggil oleh masyarakat ketika ada acara syukuran. Ia memimpin doa. Selalu duduk di bagian paling depan.

Jika ada orang meninggal, kakek menjadi orang yang sangat sibuk. Ia dijemput ke rumah duka. Tugasnya: memandikan jenazah. Pulang ke rumah tangannya tak kosong. Tuan rumah membekalinya dengan sebuah tas. Biasanya juga diberi kasur atau tikar rajut dari daun lontar.

Tak jarang, kakek diberi pakaian. Kadang diberi setelan jas. Atau lebih seringnya songkok hitam. Saya sering kebagian ini. Pernah juga kebagian jas, meski sedikit tenggelam di badan saat itu. Atau dapat jatah lembaran rupiah dari kakek kalau pulang dari acara begitu.

Ketika bulan maulid Nabi tiba, kakek juga super sibuk. Ia kerap didatangi orang-orang kampung. Bahkan ada yang datang dari kampung sebelah. Mereka membawa semacam miniatur rumah. Berisi telur, beras atau nasi, ikan, dan penganan lainnya.

Di saat-saat seperti itulah yang saya rindukan. Saya bebas makan telur dalam jumlah yang banyak. Meski hanya sisa setelah dibagikan ke warga terlebih dahulu.

Kakek juga selalu menjadi bagian penting saat ada acara penamatan ngaji calon pengantin. Di kampung kami, yang merupakan suku Makassar, acara "appatamma" ini selalu diiringi dengan kegiatan "A'rate', semacam acara barsanji. Memang namanya barsanji.

Ketika masih remaja, saya sering ikut acara begini. Bisa makan gratis. Makan ayam goreng. Atau makan daging sapi.

Kakek dipanggil guru dan selalu dipanggil saat ada acara sakral di kampung. Pada usia belasan tahun, saya baru mengerti. Kakek diberi amanah sebagai seorang imam dusun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun