Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Melawan Sampah dan Perilaku Manusia

18 November 2019   09:40 Diperbarui: 19 November 2019   21:13 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas. com

Produksi sampah kian bertambah seiring meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dan aktifitas ekonomi. Menurut data ScienceMag, produksi sampah global mencapai 381 juta ton per tahun pada 2015 dan terus meningkat rata-rata 5,8 ton per tahun. Dibutuhkan inovasi pengolahan sampah  menjadi bentuk lain yang dapat dimanfaatkan bagi kemaslahatan masyarakat banyak.

Bau menyengat tercium dari halaman rumah. Lalat-lalat beterbangan di satu titik. Seperti berpesta pora menikmati jamuan makanan berlimpah. Sesekali tiupan angin membuat bau tidak sedap menyeruak ke udara. Memenuhi ruang-ruang di indera penciuman manusia dan memancing reaksi dari lambung.

Rupanya bau itu berasal dari tumpukan sampah di sudut pekarangan rumah. Saya menerima informasi bahwa petugas pengambil sampah tidak pernah muncul dalam dua pekan terakhir. 

Padahal kami tidak pernah telat dalam hal pembayaran iuran sampah bulanan. Beberapa kali istri saya menghubungi tapi nomornya sudah berada di luar jangkauan. Nampaknya ini menjadi pertanda kami harus mencari tukang pengangkut sampah yang baru.

Pada hari yang sama, saat matahari mulai melucu dengan udara panasnya, istri saya datang dari luar rumah dengan tergesa-gesa. Katanya, dia sudah mendapatkan tukang pengangkut sampah pengganti. Tapi dengan biaya yang hampir dua kali lipat lebih mahal. 

Maharnya sebesar Rp 50.000 per bulan. Saya menyanggupi, selembar uang berwarna biru pun melayang sebagai tanda jadi sekaligus pembayaran pertama. Tumpukan sampah yang sudah mengeluarkan bau tidak enak pun segera diangkut. Rumah kami ditempeli stiker sebagai pelanggan dan menjadi tanda khusus bagi petugas angkut sampah.

Satu bulan berlalu, seorang lelaki setengah baya mendatangi rumah kami. Ia mengaku dari kelurahan dan diberi tugas untuk mengangkut sampah warga. 

Sebagai imbal jasa, warga hanya dipungut biaya 15 ribu rupiah dalam sebulan. Nampaknya ini tawaran menggiurkan. Kami setuju. Ia pun berlalu menunggangi kendaraan tiga roda berplat merah. Bak motor itu berisi sampah.

Apa yang saya alami mungkin pernah dirasakan oleh orang lain. Khususnya bagi penghuni pemukiman komplek atau perumahan. Biaya sampah menjadi salah satu pos pengeluaran per bulan. 

Tidak sedikit dari mereka yang mengambil jalan pendek : membuang sampah sembarangan di pinggir jalan. Pertumbuhan komplek perumahan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun mengikuti pertambahan jumlah penduduk. 

Namun, hal ini diikuti oleh merebaknya tumpukan sampah di sekitar area perumahan. Yang tentu saja menambah pelik masalah  kebersihan seiring bertambahnya volume sampah berserakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun