Jangan salahkan anak yang kecanduan gadget (baca : gawai). Boleh jadi itu merupakan hasil didikan orang tuanya sendiri secara tidak sengaja. Kok bisa?Â
Kalau boleh jujur, perilaku orang dewasa dengan gawai di kedua tangannya sudah menjadi pemandangan lazim. Mau lagi makan, berbicara dengan orang lain, Gawai tetap di genggaman tangannya.Â
Awalnya hanya sebagai pengusir rasa penat. Bagi Roker alias rombongan kereta, gawai bisa menjadi teman di tengah keramaian yang terasa sepi. Selain itu, gawai bisa menetralisir stres yang diakibatkan oleh pekerjaan. Menonton film melalui gawai adalah salah satu solusi penyegaran pikiran. Â
Namun, ternyata kebiasaan itu dibawa pulang ke rumah. Bahkan pada saat bermain dengan anak-anak pun gawai masih di genggaman. Jemari masih asyik menekan layar sentuh gawai. Pandangan mata juga tertuju pada aplikasi yang dijalankan. Aplikasi bisa bermacam-macam, mulai dari video online hingga media sosial.Â
Tak ayal, ini menjadi kebiasaan yang ditiru oleh anak-anak. Apalagi orang tua zaman now yang memberikan fasilitas gawai kepada anak-anaknya. Lengkap dengan akses Internet di rumah. Alhasil, orang tua sibuk dengan gawainya, anak pun tidak mau kalah. Mereka juga piawai mengutak-atik gawai dengan bebasnya.Â
Akhirnya, belakangan ini, korban kejahatan yang berawal dari penggunaan gawai meningkat tajam. Bahkan sudah menyasar kalangan anak-anak dan remaja. Dampak negatif sudah semakin banyak. Tontonan video porno hingga aksi kekerasan diakses oleh mereka yang masih di bawah umur.Â
Korban pun berjatuhan. Anak-anak menjadi korban,terpapar konten negatif dari bejatnya dunia media sosial. Tetiba mereka menjadi pendiam. Tapi sangar di akun media sosialnya. Dan yang paling menakutkan, tanpa mereka sadari, mereka menjadi pelaku penyebar berita bohong (hoaks).
Mungkin ini yang menjadi penyebab pemerintah akan membuat aturan penggunaan gawai bagi anak usia tertentu. Sebenarnya, batasan penggunaan gawai sudah diterapkan pada jam belajar di beberapa sekolah di tanah air. Namun, ini menjadi tumpul ketika orang tua sendiri yang "meracuni" Â anaknya dengan memberikan kebebasan menggunakan gawai.
Memang benar, gawai tidak selamanya negatif. Apalagi di zaman disruptif seperti sekarang. Namun,pengawasan orang tua menjadi kunci dalam menjaga para anak agar tidak terpapar konten negatif.
Salah satu solusinya adalah adanya aplikasi yang bisa dengan otomatis memblokir konten negatif. Peran pemerintah sangat dibutuhkan pada titik ini. Yaitu dengan memblokir semua situs pornografi dan mengandung kekerasan. Dan peranan orang tua tetap  lebih utama dalam melindungi sang buah hati.
Dalam unit komunitas terkecil bernama keluarga, aturan kecil bisa diterapkan. Misalnya melarang penggunaan gawai pada jam tertentu. Tentu saja, ini harus dimulai oleh para orang tua dengan menyimoan gawainya pada jam yang telah disepakati. Bagaimana pun, anak adalah peniru yang ulung. Apa yang dilihatnya di rumah akan ditiru. Gunakan gawai dan internet secara sehat. Â (*)