Zaman now dengan perkembangan teknologi sangat pesat telah mengubah proses kerja berbagai bidang profesi dan proses bisnis di dalamnya. Penggunaan aplikasi yang terhubung dengan telepon pintar telah mengubah cara hidup dan cara pandang masyarakat. Tak hanya sampai di situ, penggunaan teknologi robot juga telah menggeser manusia sebagai pelaku pekerjaan tertentu. Hal ini memberikan ancaman terciptanya gelombang pengangguran yang besar menjelang masa bonus demografi.
Pakar ekonomi terkemuka, Prof Rhenald Kasali telah membahas mengenai disruption(disrupsi,red)Â di pelbagai tulisannya. Lebih khusus lagi dalam sebuah buku terbarunya yang mengupas tuntas tentang disrupsi. Fenomena disrupsi tidak hanya terjadi secara global, tetapi tanda-tandanya sudah dapat dilihat di Indonesia. Bisnis start up mulai digandrungi anak muda dan perlahan mulai menggeser pola usaha "tua".
 Selera dan perilaku masyarakat telah berubah. Jika dulunya harus ke bank untuk melakukan transfer uang, sekarang cukup menekan layar ponsel pintar miliknya. Perubahan juga terjadi di banyak bidang, misalnya perdagangan. Konsumen ingin dimanjakan dengan pelbagai kemudahan. Dan jawabannya adalah penggunaan teknologi. Cukup memencet tombol ponsel pintar, pesanan baik makanan, pakaian, hingga seluruh barang keperluan rumah tangga akan diantarkan sampai pintu rumah. Selain kemudahan, pelanggan juga dimanjakan dengan harga relatif murah, dan tidak menguras banyak waktu.
Inovasi ini banyak dimotori oleh generasi muda. Mereka menangkap peluang usaha dengan tujuan utama untuk memberikan kemudahan kepada konsumen. Inovasi distruptif dapat membantu dalam pencipataan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu tersebut, dikutip dari Wikipedia.
Penggunaan uang non tunai untuk pembayaran tol juga mulai dilakukan di Indonesia. Mesin telah menggeser fungsi manusia di loket tiket. Selain itu, gaya hidup dengan penggunaan uang elektronik turut  berperan dalam mengganti pola transaksi tunai. Hal ni juga dapat menggantikan pekerjaan manusia di bidang perbankan.
Yang teranyar adalah masuknya taksi dan ojek online yang mampu merubah pola hidup masyarakat. Angkutan konvensional mulai ditinggalkan oleh netizen. Pelayanan berbasis online memberikan kemudahan dalam hal transaksi, harga lebih murah, serta hemat waktu. Dampaknya, Ribuan orang terancam kehilangan pekerjaan jika tak mampu beradaptasi dan beralih mengikuti perubahan tersebut. Sejatinya, mereka dapat turut serta dalam penggunaan teknologi dengan mengubah cara kerja mengikuti sistem berbasis online.
Ojek online tidak hanya sebatas mengantar penumpang. Tetapi juga melayani pesanan makanan dan barang. Artinya, terdapat banyak usaha lain yang turut hidup dari ojek online ini. Diantaranya adalah bisnis kedai makanan dan minuman, restoran, dan lain sebagainya. Bagi pihak yang kontra dengan bisnis ini, mungkin bisa turut menyumbang inovasi yang lebih baik dibanding hanya melakukan aksi yang merugikan masyarakat. Perubahan adalah keniscayaan, dan orang-orang yang tidak bisa mengikuti perubahan tersebut secara perlahan akan punah.
Disrupsi bisa mengancam hilangnya pekerjaan jutaan manusia jika tidak memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Ancaman ini dapat menciptakan gelombang pengangguran yang sangat besar. Mengingat bangsa kita akan memasuki zaman bonus demografi. Penduduk dengan usia produktif lebih banyak. Jika tidak disikapi dengan bijak baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, maka bonus demografi bisa berdampak buruk.
Sebagai warning, mungkin kita bisa mencermati data ketenagakerjaan yang baru-baru ini dirilis oleh BPS. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pengangguran bertambah sebanyak 10 ribu orang menjadi 7,04 juta orang per Agustus 2017. Dimana lulusan SMK menempati urutan tertinggi untuk Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), yaitu sebesar 11,41 persen. Padahal mereka dipersiapkan khusus untuk diserap secara langsung sebagai tenaga kerja.
Disrupsi bisa dihadapi dengan mempersiapkan generasi muda yang melek teknologi. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Sistem pendidikan harus menciptakan mental yang kuat dalam menghadapi perubahan, serta menjadi motor penggerak munculnya kreatifitas dan inovasi terbaru. Dengan begitu, para generasi "bonus demografi" dapat terhindar dari ancaman pengangguran.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H