Suara Kokok ayam membangunkan Rahing dari buaian mimpi. Matanya terbuka lebar, bola mata melirik ke kiri dan ke kanan. Hanya gelap yang terlihat mata. Tangan kanan Rahing meraba kasur, mencari handphone(hp) yang disimpan di sela bantal. Dia memegang erat hp, lalu menekan tombol hingga layar mengeluarkan cahaya. Disapunya pinggiran bibir sebelah kanan dengan tangan kiri. Basah, masih ada sisa iler yang belum mengering.
Rahing bertumpu di kaki kanannya lalu mencoba berdiri. Kaki dilangkahkan perlahan menuju saklar lampu. "Klik", terdengar suara saklar yang diaktifkan ke mode on. Ruangan kamar menjadi terang, bola mata menyesuaikan cahaya, mencari settingan yang sesuai hingga mampu beradaptasi dengan cahaya.
Setelah menjalani ritual pagi hari, mandi dan gosok gigi, lalu menyiram lambung dengan hangatnya seduhan teh hijau tanpa gula. Rahing sedang memulai gaya hidup no sugar no carbo, memberikan stimulus ke pikiran agar hidup sehat. Rahing bersiap menuju kantor, menjalani rutinitas padat merayap. Sebelum menginjak tanah, Rahing duduk tenang di ruang tamu. Mata dipejamkan, Rahing sedang afirmasi, mengharapkan kemudahan dalam pertarungan dunia. Dia ingin alam semesta mendukung segala usaha. Rahing berserah diri kepada Allah, memohon kekuatan dan kemudahan rezeki di siang hari.
Belalang tempur alias motor andalan telah siap menunggu. Tubuh si belalang tempur masih kekar walau sudah berusia veteran. Suaranya masih garang, bahkan sesekali Rahing mendapatkan sambutan dari warga di lorong rumahnya dengan lemparan dan cacian, saking ributnya suara knalpot motor. Wuuiiihhh...
Rahing mulai membuka gas perlahan, tatapan mata lurus ke depan, menangkap segala gerakan benda yang berada di sepanjang jalan. Sesekali, Rahing terbawa ilusi. Raga di jalan, tapi pikiran melayang entah ke mana. Biasanya, dia tersentak karena kaget oleh pengendara dari arah berlawanan.
Sekitar 15 menit, Rahing menepikan motornya. Helm dibuka lalu disimpan di sadel. Rahing memilih berdiri di samping motornya, tepat di trotoar, bersandar di pohon yang tumbuh di pinggir jalan sebagai pembawa kesejukan di tengah deru kendaraan yang berpolusi. Kaki kanan ditekuk, tangannya memegang selebaran. "Rajin beli 2 bungkus rokok sehari, tapi enggan nabung buat beli hewan qurban, kasihan." Bahkan Harga sapi yang patungan pun tak mampu dibeli, padahal tunggangan motor kinclong dan masih baru keluar dari toko. Wuih, Nasibmu... Niatnya nggak kuat, berqurban hanya sekilas iklan yang numpang lewat. Hatinya tak pernah tersentuh tuk menyisihkan sedikit pundi rupiah yang dimiliki. Hidupnya berjalan setiap hari tanpa ada bekas sedikitpun untuk mengumpul bekal pulang ke kampung sesungguhnya. Akhirat, kampung kekal abadi. Yuk, luruskan niat, Mari Berkurban... Barakallah(*)
.
Gowa, 23 Agustus 2017
#basareng
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H