Oleh: Jum’an
Ketika Bambang selesai kuliah dan baru mulai bekerja, pamannya sudah duduk sebagai pimpinan salah satu unit Perusahaan Negara di Jawa. Kedudukan yang potensial untuk membuat orang menjadi kaya waktu itu. Memang benar, pada saat pensiun dia sudah memiliki beberapa rumah di Cempaka Putih dan Bintaro serta tanah luas dekat danau Situgintung. Entah karena kebiasaan hidup mewah yang tak bisa berubah atau karena kebutuhan keluarga yang memang besar, hanya dalam waktu beberapa tahun semua harta itu habis dijual satu persatu. Bambang meneteskan air mata ketika teringat saat pamannya meminjam uang beberapa ratus ribu rupiah kepadanya untuk membeli ticket pesawat. Sekarang Bambang sendiri sudah berusia 57 tahun, sedang duduk bersama dengan saya. Rasanya seperti berada didepan cermin kusam almarhum pamannya.
Pensiunan diatas mungkin bukan contoh yang umum tetapi menghadapi masa pensiun zaman sekarang memang mencemaskan. Penyebabnya karena kebanyakan kita tidak pernah dengan sungguh-sungguh mempersiapkan diri. Tabungan kita rata-rata tidak cukup banyak. Kalau beberapa buah rumah dan tanah dapat habis dalam waktu tidak terlalu lama, berapa tabungan yang cukup untuk melanjutkan hidup 20 atau 30 tahun lagi? Dulu memang pernah ada zaman dimana pensiun berarti kenikmatan hidup, santai dan bebas stress. Menimang cucu dan jalan-jalan sore hari. Pensiun enak, seperti tidur siang , akan menjadi milik masa lampau.
Bukan kita saja yang cemas menghadapi pensiun tetapi juga pekerja diberbagai negara lain termasuk negara maju seperti Inggris dan Amerika. Menurut penelitian terkini dari Barings Assets Management Inggris, 10% orang disana berpendapat bahwa mereka akan terpaksa bekerja sampai mati, padahal dua tahun yang lalu hanya 1% yang berfikir begitu. Artinya 2 tahun terakhir ini jumlah orang Inggris yang ketakutan menghadapi pensiun telah naik 10 kali lipat. Penelitian Employee Benefit Research Institute dan CareerBuilder.com menunjukkan bahwa 61% angkatan kerja Amerika menyatakan gaji mereka hanya pas untuk hidup sebulan, padahal pada 2007 yang lalu angka itu hanya 43%. Mereka rata-rata hanya punya simpanan dibawah 10,000 dolar.
Bekerja sampai tua? Apa boleh buat. Untuk sementara buatlah rencana diam-diam. Sebab kalau terang-terangan akan dituduh merebut porsi lapangan kerja orang muda. Coba dengarkan kisah Pak Durohim teman saya. Ia pensiunan Pertamina dan karena masih gagah, bergabung bersama saya dan Bambang. Setelah beberapa tahun ia masih sempat pindah ke perusahaan lain. Pada tahun 2004 ketika bertugas di Kalimantan, datanglah saat baginya. Ia turun dari tangga anjungan pengeboran, lalu karena terasa lelah berhenti duduk sejenak untuk memulihkan tenaga. Ternyata ia dipanggil Tuhan sewaktu duduk itu dan tidak bangun lagi.
Kalau begitu kita harus bekerja sampai tua, atau mati waktu bekerja seperti almarhum Durohim? Entahlah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H