Mohon tunggu...
Bartho Apelaby
Bartho Apelaby Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis adalah berdoa

Freedom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebelum Fajar

7 Juli 2023   08:05 Diperbarui: 7 Juli 2023   08:17 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap hari ada saja yang ingin diceritakan. Dari sebatas tentang bangun tidur dan ngopi, hingga segudang impian. Dari setitik harapan hingga segedung keraguan. Dari sejengkal perasaan hingga 1001 langka kehidupan. Ternyata, hidup memang bukan untuk numpang makan dan tidur saja melain untuk berbagi cerita hingga derita.

Seperti biasa, sebelum datangnya kesempatan untuk terhubung secara emosional dengan semua orang yang dijumpai hari ini, kesempatan pertama untuk mengawali hari adalah terhubung dengan semesta. Sebab, semesta punya cara kerja yang tidak bisa di pahami dengan akal sekalipun. Saya percaya, ada energi yang luar biasa disana.

Pagi ini, seusai membuka jendela dan membuatkan teh panas teman pagiku, perlahan-lahan duduk di teras tempat setiap malam semua penghuni kos berbagi tawa. Ruang ini masih sepi, hanya ada bangku yang diam tergeletak, meja yang masih tak tertata, puntung rokok yang belum dibersihkan, ada kelender lapuk yang tak digunakan dan hanya ada segerombolan semut yang mungkin mengincar teh manis ku.

Teh  masih sangat panas, biarkan ia medingin sejenak.

Sembari mendinginkan teh panas itu, saya sedikit menengada ke langit, menutup mata, lalu membiarkan telinga mencari jalannya sendiri. Mendengar sebaik-baiknya mendengar. Biarkan dia menjalankan perannya sebagai telinga. Ada suara kendaraan. Ada suara angin. Ada suara burung. Ada suara kucing. Ada suara mirip terompet telolet yang cukup minor, sepertinya suara kentut dengan kekuatan tinggi. Entah keluar dari pantat siapa, saya tidak pengen tau.

Kemudian membiar indra-indra lainnya mencari sebaik-baiknya fungsinya.  Hidung mencium aroma di sekitar ku, ada aroma masakan tetangga, aroma teh yang harum, tercium aroma telur busuk yang kental, sepertinya itu bau kentut yang bunyinya tak nyaring. Entah sumbernya dari pantat mana, masih menjadi misteri.

Kulit sebetul-betulnya merasa. Merasakan setiap sentuhan dari apapun dan siapapun. Sekecil apapun.

Lidah betul-betul mencari kehidupannya sebagai lidah.

Hingga pada mata yang menatap, ada awan terus bergerak , ada gedung yang diam, ada semut yang sedang mencari hidup,  ada warna-warni beton , ada celana dalam perempuan sedang mencari pemiliknya yang keburu pagi hingga meninggalkannya. Dan juga ada burung yang bebas berterbangan dan bertengger pada satu pohon ke pohon lainnya.

Tiba-tiba terpikirkan, andai saja manusia punya sayap pasti bisa terbang dengan sebebas bebasnya. Tapi andai saja juga burung bisa berbicara, mereka pasti akan mengatakan bahwa betapa beruntungnya "kita" menjadi manusia.!

Ah, terima kasih hari yang cerah, udara yang segar, matahari yang tidak pernah lelah menyinari bumi, bulan yang selalu menerangi malam. Dan doa setiap orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun