Pernah nggak kamu melihat seekor tikus dibunuh, kemudian tubuh tikus yang sudah tak berdaya itu dilemparkan di tengah jalan yang ramai kendaraan? Seketika jasad tikus tersebut dilindas berbagai jenis kendaraan hingga merata dengan aspal. Begitu juga dengan seekor ular. Seorang ibu berteriak menjerit ketakutan melihat seekor ular yang sedang melintas di Semak-semak. Teriakan si ibu mengundang banyak orang untuk menangkap si ular lalu memukul kepala dan tubuhnya hingga tak berdaya. Kemudian tubuh ular yang sudah tak berdaya dibuang ke tengah jalan yang lagi-lagi ramai kendaraan melintas. Nasibnya pun sama seperti tikus, tubuhnya yang tidak berdosa dan tak berdaya kelindas kendaraan hingga merata dengan aspal.
Lucunya, pemandangan seperti itu seperti hal yang lumrah dan wajar dipertontonkan. Tidak ada yang protes, tidak ada yang melerai dan tidak ada yang menganggap itu tidak baik. Justru banyak yang melakukan hal yang sama ketika melihat tikus atau ular atau hewan lain apa pun yang dianggap berbahaya atau mengganggu layak untuk dibunuh dan dilindas. Atau jangan-jangan kamu juga salah satu pelaku yang pernah melakukan hal yang sama? Sadis!
Terkadang aku sering bertanya pada diri sendiri, "Apakah manusia mahluk ciptaan Tuhan yang paling sadis?" karena, banyak mahluk ciptaan Tuhan lainnya sering menjadi korban kebuasan manusia. Merasa kastanya paling tinggi sehingga bisa semena-mena dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Membunuh hewan-hewan liar yang dianggap wajar karena dianggap mengganggu Perkebunan mereka atau mengganggu hutan yang perlahan-lahan digunduli untuk dijadikan perumahan atau pabrik. Padahal mereka yang sesungguhnya memiliki hutan tapi justru dianggap habitat yang layak untuk dibunuh karena mengganggu proses penebangan hutan. Hingga akhirnya, satu persatu hewan liar itu kehilangan rumah dimana sesungguhnya mereka tinggal.
       Mungkin dianggap lebay Ketika aku harus berdialog dengan segerombolan tikus yang berkeliaran di rumahku ketika malam hari tiba. Mereka merusak perabotan dapur bahkan mampu membuka lemari yang terkunci demi menggerogoti aneka cemilan dan makakanan. Belum lagi kotoran mereka serta bau pipis yang menyengat yang bisa mengundang virus masuk. Sebenarnya aku tidak tega membunuh mereka. Bahkan aku sempat bernegosiasi dengan cara meletakkan sisa-sisa makanan di wadah untuk mereka makan di malam hari. Tapi tetap saja mereka merusak dan menggerogoti makanan.
Kekesalan muncul, aku pun berkata kasar pada mereka," Mohon maaf para tikus, jika aku harus meletakkan racun tikus di dapur ini. Apabila diantara kalian ada yang memakannya dan mati. Aku minta maaf." Â Keesokan paginya, beberapa ekor tikus mati tegang karena memakan racun tikus. Jujur, hati ini sebenarnya luka juga. Mereka yang sesungguhnya mencari makan terpaksa harus merenggang nyawa oleh lagi-lagi ke sadisan manusia. Karena merasa berdosa atas kematian mereka, aku menggali lubang dan menguburkan jasad mereka di halaman rumah. Rest in peace! Ucapku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H