Sebenarnya sudah sepekan lebih gue menonton film Budi Pekerti karya Sutradara Wregas Bhanuteja. Mungkin sebagian pasti tahu kalau Wregas adalah Sutradara muda yang namanya sedang bersinar.Â
Karya-karyanya patut diacungin jempol dan diakui diajang festival. Seperti film Penyalin Cahaya (2021) yang meraih banyak piala Citra, karena karyanya selalu anti mainstream. Film-filmnya selalu diangkat dari kisah-kisah yang sangat relate dengan kehidupan sehari-hari kita. Wregas memang jeli untuk mengolah cerita sederhana menjadi renya.
Film Budi Pekerti yang sudah tayang sejak 2 November lalu, dan ternyata mendapat banyak respon positif dari orang-orang yang sudah menontonnya. Di sosmed pun, film ini sering FYP dan berseliweran komen dan review singkat tentang film ini. Pujian demi pujian begitu ramai untuk semua pemain. Berdasarkan itu jua lah  membuat gue penasaran ingin ikut menyaksikan seperti apa sih film ini?
Sinopsis film ini sendiri pun sebenarnya sangat sederhana. Mengisahkan tentang seorang guru BP bernama Bu Prani yang dimainkan dengan gemilang oleh Ine Febriyanti. Ia adalah seorang guru BK yang terlibat dalam perselisihan dengan pengunjung di jajanan pasar Putu yang sudah melegenda.Â
Demi mendapatkan dengan cepat pesanannya, pengunjung tersebut enggan antri dan melakukan kecurangan. Tidak terima dengan sikap pengunjung tersebut, Bu prani yang saat itu pikirannya memang sedang carut marut karena masalah keluarga menegur pengunjung tersebut. Mulai dari nada sopan sampai nada tinggi dan puncaknya emosi jiwa yang meledak.
Sayangnya, kejadian tersebut berhasil direkam oleh beberapa pengunjung diunggah ke media sosial. Ternyata rekaman tersebut hanya berdurasi 20 detik yang sangat merugikan dan menimbulkan masalah besar bagi Bu Prani. Karena sikap Bu Prani yang dinilai tidak mencerminkan layaknya seorang guru, ia mendapatkan kecaman dan komentar negatif dari netizen.
Dari kasus antrian Putu ternyata bukan Bu Prani saja yang terkena imbas bullying, seluruh keluarganya pun ikut terseret dan dikecam oleh masyarakat. Segala tindakan dan perlakuan masing-masing anggota keluarganya pun mulai dikuliti dan sosmed mereka di obrak abrik dengan komentar-komentar pedas. Sehingga hidup mereka yang sudah tidak tenang menjadi  semakin bertambah berat karena ikut campur netizen. Apa pun yang mereka lakukan selalu dipandang salah.Â
Selain kehilangan keharmonisan keluarga, hingga Bu Prani terancam kehilangan pekerjaannya. Impian menjadi calon Wakil kepala sekolah punya pupus.
Itulah realita di zaman serba viral ini. Permasalahan sederhana bisa menjadi besar kalau netizen sudah ikut campur. Kita tahu, kalau netizen serasa Maha Tahu dan menganggap dirinya  "Tuhan" diera sosial media. Mereka berhak mencaci, memaki, menghujat bahkan menjatuhkan martabat orang lain tanpa mengetahui cerita yang sebenarnya.