Mendengar namanya saja mungkin sebagian orang sudah geli atau jijik. Jujur, aku juga demikian. Cenderung geli sih. Kalau jijik hmmm, nggak juga.
Tikus memang salah satu hewan yang masuk ke dalam kategori hama. Hama yang konon katanya harus dibasmi jika sudah sangat mengganggu dalam kehidupan. Begitu lah yang kini yang tengah aku alami.
Sejak dua minggu belakangan ini, entah dari mana asal muasalnya, tikus sudah masuk ke dalam rumahku. Kemunculannya berawal ketika anjingku mengendus ada mahluk lain yang masuk ke dalam rumah. Anjing-anjingku mengejar tamu tak diundang itu sampai ke balik lemari. Kemudian, si Tikus mulai berani menampakkan diri di siang hari atau di kala aku dan istri tengah lengah. Jika ada makanan yang tidak di tutupi maka, makanan itu akan raib dibawa pasukan tikus. Tapi, lebih sering pasukan tikus menggerogoti kertas-kertas atau isi kayu lemari. Asli mulai mencemaskan.
Sampai akhirnya, batas kesabaranku berada diujung tanduk. Pasukan tikus semakin merajalala hilir mudik diantara dapur dan lemari pakaian. Hmmm, sudah saatnya membasmi pasukan tikus yang mungkin jumlahnya lebih dari satu ekor.
Pergi ke Alfamart membeli racun pembasmi tikus. Aku memilih racun tikus berbentuk dry food yang bisa dimakan lalu mati.  Malam harinya, racun  aku tarok pada sebuah wadah yang sekali pake langsung buang. Berharap keesokan paginya pasukan tikus masuk ke dalam wadah menyantap racun dry food dan metong! Keesokan paginya, ternyata racun dry food tidak berkurang.
Sempat bingung, apakah tikus-tikus itu tidak suka dry food? Atau mereka tahu kalau itu adalah jebakan betmen? Pasukan tikus masih berwara wiri antara dapur, kamar belakang dan lemari. Rasa  kesal semakin bergelora. Anjing-anjingku juga ikut kesal. Mereka sering mencoba memburu tikus-tikus itu sampai masuk ke sela-sela lemari yang  berujung pada teriakan anjingku yang gede karena nggak bisa keluar dari kolong lemari karena badannya kegedean.
Â
Sore harinya, aku kembali ke Alfamart, eh, ke Indomart mencari racun tikus bentuk lain. Ya, kali ini berbentuk lem. Hmm, mungkin ini lebih manjur kali ya? Sampai dirumah, si racun aku letakkan di dapur dekat kompor. Aku bentangkan racun lem tersebut dengan membubuhkan makanan di atasnya untuk memancing mereka masuk ke dalam perangkap.
Keesokan paginya, bangun tidur, aku dikagetkan dengan ada 3 ekor tikus dengan ukuran badan kecil-kecil (bukan tikus gede ya) menempel di perangkap lem tikus. Mereka masih hidup dan berusaha untuk kabur tapi tubuh mereka sudah terperangkap di lem yang sangat erat. Mata mereka beradu pandang dengan mataku. Ya Tuhan, aku kok tiba-tiba merasa iba melihat tubuh mereka terperangkap dengan segala usaha mencoba untuk bisa lepas dari perangkap. Jujur, aku malah sedih melihat mata mereka yang penuh harap seolah minta tolong agar bisa lepas dari jeratan lem itu.
Sangat dilema. Disatu sisi merasa terganggu dengan kehadiran mereka. Tapi, disisi lain, ketika melihat mata mereka yang memelas dan penuh harap, rasanya kok nggak tega. Bukan lebay, tapi sampai sekarang ketika melihat tatapan mata mereka aku jadi merasa iba. Karena nggak tega, aku nggak berani ke dapur agar tidak terjadi kontak mata lagi. Istri membuang perangkap lem itu bersama tikus-tikus yang sudah terperangkap.
 Sebenarnya, alasan aku membeli racun tikus berbentuk makanan, agar ketika  mereka makan langsung mati. Jd tidak terlihat tersiksa. Beda dengan lem tikus yang meperlihatkan mereka tersiksa lalu mati perlahan-lahan. Tragis sih.
Sama hal nya dengan hewan unggas seperti ayam, itik, entok atau apalah hewan yang dipotong lalu di konsumsi. Jangan harap aku akan berani menyaksikan adegan sembelih mereka. Rasanya kok sedih melihat detik detik nyawa mereka melayang.
It's me. Never brave enough untuk menyaksikan hewan disiksa atau dibunuh.