Pernah nggak sih, kamu tiba-tiba kepikiran dengan sahabat yang sudah lama tidak berkomunikasi dengan kamu? Lalu, kamu mencoba menghubunginya tapi sudah kehilangan kontak. Lalu, apa yang kamu lakukan?
        Dua bulan belakangan ini, terhitung bulan Januari 2022 lalu, tiba-tiba aku kepikiran dengan teman-temanku yang sudah lama tidak berkomunikasi atau tiba-tiba tidak ada kabar dari sahabat tersebut. Ini ada 3 kisah yang membuat aku sangat terpukul dan sangat sedih.
Ceritanya begini.
- Tentang Asep
Sebenarnya berkenalan dengan Asep tanpa disengaja. Waktu itu, aku mengalami kaki keseleo gara-gara olahraga lari. Akibat keseleo kaki menjadi sakitnya minta ampun sampai nggak bisa jalan. Akhirnya, aku memanggil ahli urut keseleo yang sudah direkomendasikan teman-temanku. Datanglah ahli urut namanya Asep. Usianya masih sekitar 30 tahun. Setelah di urut 2 hingga 3 kali. Kaki keseleo lambat laun pulih. Sejak saat itu, setiap kali ada keluhan di kaki atau badan, Asep sering diandalkan untuk memijatnya. Tidak hanya aku, teman-teman yang lain juga sering memanggil Asep sebagai ahli urut yang bukan abal-abal. Â Selain anaknya sopan, baik juga ramah, dia memang benar-benar belajar dari orangtuanya atau turunan dari orangtua bisa mengolah urat keseleo kembali normal.
Pertengahan tahun 2021 lalu, disaat Covid masih ganas-ganasnya, Asep pernah bercerita dia terpapar Covid tertular dari teman kerjanya yang ada di mess. Terpapar Covid bukan hal yang tabu lagi di Jakarta juga dimana-mana. Aku juga pernah mengalami hal yang sama di awal 2021 lalu. Asep terpapar Covid ketika varian delta lagi tinggi-tingginya. Kebetulan dia memiliki komorbid Asam lambung (Maag).
Setelah menjalani isolasi mandiri selama 2 minggu, dia berhasil melewati fase-fase berat itu. Tapi, sejak itu dia mengaku sering cepat lelah. Bahkan, nafsu makan berkurang drahtis. Aku sempat sarani agar dia dirawat di RS saja. Tapi, dia takut. Katanya kalau dirawat takut dinyatakan Covid lagi.
Karena merasa sakit yang dia derita adalah asam lambung dan Covid-nya sudah selesai, dia pun memilih pengen pulang kampung untuk dirawat di kampung di Tasik. Aku sempat bilang,"Kenapa harus dirawat di kampung kalau di Jakarta RS lebih mudah dijangkau." Alasannya kalau di tempat kerjanya karyawan yang sakit tidak boleh tinggal di mess. Akhirnya dia memilih pulang ke kampung meski itu bukan good solution.
        "Kabari Sep, kalau sudah di kampung." Dibalas dengan singkat 'Iya, bang."
Sekitar bulan Oktober 2021, kondisi dia ternyata bukannya semakin membaik justru memburuk. Badannya semakin kurus kering. Foto dirinya yang di kirim via WA membuat aku shock." Ha? Itu badanmu kok kurus banget?" ternyata selama di kampung nafsu makannya semakin berkurang. Setiap makan pasti dimuntahkan lagi. Tubuhnya yang sudah kurus semakin habis. Seperti tulang berbalut kulit saja. Menyedihkan.
Aku menyarankan agar dia dirawat di RS Tasik. Katanya jauh dari rumahnya. Â Dia cuma bisa beli obat di Apotik terdekat saja. Tapi aku kekeh menganjurkan agar dia harus dibawa ke RS. Aku juga menyarankan agar dia pakai BPJS. Eh, ternyata dia belum memiliki BPJS. Waduh! Kebanyakan orang suka sepele dengan BPJS. Padahal BPJS bisa menjadi pertolong pertama disaat kita dalam keadaan kritis, lho. Aku pernah merasakannya dan BPJS sangat membantu sehingga aku bisa menjalani operasi benjolan di kepala.