Masih jelas dalam benakku, gimana antusiasnya aku dan keenam teman berangkat ke Dieng, semata-mata karena ingin melihat embun Es yang menyerupai salju alias upas. Berangkat dari Jakarta menggunakan dua mobil.Â
Jarak tempuh yang mencapai 8 jam itu seakan tidak menjadi masalah yang penting bisa melihat "salju" di Dieng. Ditambah lagi ramainya orang memajang foto-foto mereka saat berada di Dieng dengan latar belakang hamparan es membeku yang menyerupai salju.
Tiba di Dieng, kami menginap di sebuah rumah berlabel "villa", meski sebenarnya wujudnya tetap saja rumah yang padat penduduk. Tapi, nggak apa lah sejauh rumah tersebut nyaman untuk ditempati selama dua malam  tiga hari di Dieng.
Sangkin penasaran akan keberadaan Salju musiman itu, keesokan harinya kami sengaja bangun lebih subuh supaya bisa melihat salju ala Dieng. Tapi, kami belum beruntung.
Si salju tidak juga menampakkan batang hidungnya. Kecewa! Jelas kami kecewa. Tapi, kami mencoba keberuntungan di subuh ke dua. Tapi, lagi-lagi si Salju tidak juga muncul.
"Mungkin suhu-nya sudah tidak minus lagi, sehingga gumpalan es tidak muncul lagi." Kata pemilik warung tempat kami menikmati sarapan pagi.
Untuk mengobati rasa kecewa karena tidak berhasil melihat upas di Dieng. Kami pun memutuskan melihat sunrise di puncak Sikunir. Meski beberapa teman memilih ogah bercapek-capek muncak hanya pengen melihat matahari terib, mereka memili tidur nyenyak di Villa. Tapi, akhirnya aku dan dua teman bertekad muncak ke Sikunir.
Jam 2 dini hari, aku dan kedua teman sudah melaju dnegan mobil menembus kegelapan subuh menuju lokasi Sikunir. Sama-sama buta akan wilayah Sikunir, namun berkat Google map di hape kami berhasil sampai di tujuan tanpa pakai nyasar. Meski sempat was-was juga sih.
Maklum jalanan gelapppp banget. Hanya ada cahaya lampu mobil yang kami kemudi. Â Subuh itu udara sangat dingin. Kalang tidak dilapisi sarung tangan mungkin jari-jari tangan kami sudah membeku karena tak kuasa menahan dingin. Jaket dua lapis plus baju berlapis-lapis.Yang jelas, senjata penangkal dingin semua sudah dipakai. Kupluk, kaos kaki dua lapis, syall dan sebagainya. Â