Prestasi olahraga Indonesia dikancah internasional tak kunjung membaik. Asean Games yang beberapa waktu lalu baru berakhir menempatkan prestasi olahraga nasional pada peringkat rendah. Bahkan prestasi dicabang-cabang andalan mulai kedodoran dalam bersaing. Bulu tangkis yang sebelumnya kita rajai mulai direbut oleh Jepang dan India.
Dicabang sepakbola Tim Nasional Garuda Jaya U-19 yang digadang-gadang dan diharapkan mewujudkan mimpi seluruh masyarakat untuk tampil pada piala dunia di New Zealand pulang tanpa memperoleh satu poin pun pada piala Asia di Myanmar. Optimisme pelatih dan pemain gagal terwujud, dan mimpi masyarakat bak mimpi yang tak terbeli.
Namun menyalahkan mereka yang telah berjuang mengharumkan nama bangsa bukanlah solusi dalam memperbaiki prestasi olahraga nasional. Dalam benak kita mungkin ada rasa penasaran yang tak kunjung terjawab. Mengapa dari ratusan juta penduduk Indonesia mencari 11 pemain saja susahnya minta ampun. Pada hal Pantai Gading atau negara tetangga seperti Thailand cukup mumpuni dalam persepakbolaan internasional. Selain skil, teknik, dan taktik sejatinya ada faktor yang sering terlewatkan, faktor tersebut adalah psikologis.
Psychology berasal dari bahasa Greek yaitu “psyche” yang berarti jiwa, soul, mind, spirit, ruh; dan “logos” yang berarti ilmu, nalar, logika. Oleh itu psikologi adalah satu kajian ilmu mengenai sesuatu yang memberi kesan kepada jiwa seseorang.Definisi Psikologi olahraga secara spesifik dikemukakan oleh Singer, SN (1980) dalam D. Gunarso (2008:1) menjelaskan secara singkat bahwa psikologi olahraga adalah “the science of psycology applied to atheletes and athletic situation”. Kemudian Cox dalam D. Gunarso (2008:1) mengemukakan bahwa sport psychology is a science in which the principles of psychology are applied in a sport setting.” Jadi, psikologi olah raga pada hakikatnya adalah psikologi yang diterapkan pada bidang olahraga, meliputi faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap atlet dan faktor-faktor di luar atlet yang dapat mempengaruhi penampilan (performance) atlet tersebut.
Dengan demikian kondisi psikologis dapat dipengaruhi oleh faktor yang berkaitan dengan bidang olahraga yang ditekuni dan dapat pula berkaitan dengan faktor diluar olahraga itu sendiri. Kurangnya persiapan yang selama ini menjadi alasan klasik di Tanah Air dapat menganggu kondisi psikis atlet karena merasa kurang yakin dalam menghadapi pertandingan. Dengan persiapan yang tidak maksimal strategi pelatih tidak dipahami secara optimal begitu juga chemistry antarpemain belum melebur dengan baik. Faktor yang demikian merupakan faktor yang berkaitan dengan olahraga yang ditekuni.
Ada pula faktor yang datang dari luar atlet, sebagai contoh menjelang pertandingan orang tua meninggal atau tiba-tiba ditelepon pacarnya dan menyatakan putus mungkin akan menggoncang kondisi psikis dan berakibat buruk pada penampilan di lapangan. Dapat pula kondisi psikis atlet yang masih muda belia yang terlalu disanjung-sanjung dan dapat banyak tawaran iklan atau menjadi bintang tamu berbagai acara televisi akan sangat mengganggu kondisi psikis atlet. Atlet menjadi hidup di alam mimpi dan tergoda untuk segera berubah menjadi selebritis.
Menurut penulis faktor diluar atlet menjadi faktor yang dominan mengganggu prestasi olahraga nasional. Banyak atlet kita yang menjadi bahan komersil berbagai pihak semisal acara seremonial tidak penting atau eksibisi bernuansa komersil danbukan berorientasi pada prestasi. Ada pula atlet yang motivasinya kendur larena berangkat dari pengalaman yang sudah-sudah di mana bonus selalu cair terlambat.
Olahraga prestasi membutuhkan berbagai instrumen untuk mencapai prestasi puncak. Kejeniusan pelatih, sarana olahraga yang baik, finansial yang memadai tidak akan sempurna memberi kontribusi pencapaian prestasi jika kondisi psikis atlet tidak sehat. Dengan demikian seluruh jajaran tim dan masyarakat sudah saatnya berpartisipasi dalam menjaga, menumbuhkan optimisme, dan memelihara kondisi psikologis atlet agar prestasi puncak dapat direngkuh.
Biro iklan harus bersabar jika ingin menggunakan jasa atlet, sponsor jangan sampai mengalami disorientasi dengan hanya mengejar keuntungan, masyarakat jangan terlalu euphoria ketika prestasi mulai nampak, begitu juga media harus mengabarkan secara berimbang. Atlet sebagaimana manusia lainnya membutuhkan kenyamanan psikologis untuk berprestasi. Terlebih atlet – atlet muda yang secara psikis belum matang dan membutuhkan pendewasaan. Mari kita bantu bersama-sama mereka yang telah mencoba mengharumkan nama bangsa melalui olahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H