Proses yang serba dikebut dalam waktu sesaat tak ubahnya kisah Bandung Bondowoso yang membuat candi Prambanan dalam semalam.Â
Dampaknya adalah ketidaksesuaian antara desain program tahunan, semester, dan RPP. Tidak itu saja, banyak ditemui administrasi pembelajaran yang pabrikan dan tidak diadaptasi sesuai kondisi senyatanya.Â
Sudah seharusnya administrasi pembelajaran memang genuine produk setiap pelaku pendidikan sehingga disadari betul semua skenario yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran.
Memang membangun kesadaran administratif tidak mudah, tetapi penulis yakin setiap lembaga pendidikan baik sekolah/madrasah mencari kiat-kiat khusus.Â
Sebagai contoh setiap bulan ada gerakan hari administratif yang tujuannya adalah menyusun administrasi yang dilakukan secara bertahap dan berkala.
Persoalan ke-4 adalah minimnya jumlah guru yang telah disertifikasi. Dalam pandangan penulis instrumen yang berkaitan dengan jumlah guru yang disertifikasi tidak semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah/madrasah karena kuota guru yang disertifikasi bukan wewenang sekolah/madrasah. Persoalan ke-5 adalah sarana laboratorium.Â
Banyak sekolah/madrasah yang laboratoriumnya masih mengadopsi 3 in 1, di mana laboratorium Fisika, Kimia, dan Biologi masih menyatu. Selain itu, belum dikelola dengan administrasi yang baik, semisal setiap laboratorium memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur). Hal ini disebabkan oleh daya kreatifitas sekolah/madrasah yang belum total dalam mewujudkan laboratorium.
Persoalan ke-6 adalah pada aspek pengelolaan sekolah/madrasah tidak disusun analisis SWOT dan Renstra (Rencana Strategis). SWOT merupakan sebuah fundamen dari rencana strategis yang memperhatikan aspek internal dan aspek eksternal. Dengan analisis SWOT maka sekolah/madrasah mengetahui apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.Â
Dengan berlandaskan SWOT sekolah/madrasah dapat menyusun rencana strategisnya. Sayangnya kesadaran untuk melakukan analisis SWOT secara sungguh-sungguh belum banyak penulis ditemukan pada saat visitasi.Â
Dampaknya adalah mengelola sekolah/madrasah dengan progres yang relatif lambat dan daya saing yang rendah. Dengan ketiadaan rencana strategis maka pengelola sekolah/madrasah tidak memiliki daya inovasi dan pengembangan ke arah yang lebih baik.
Melihat berbagai permasalahan yang penulis temukan di atas menunjukkan bahwa budaya mutu belum sepenuhnya disadari betul oleh setiap pemangku kepentingan di sekolah/madrasah.Â