Gen Z dan dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai Zoomers, ialah orang-orang yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Sebagian besar Generasi Z adalah anak-anak dari Generasi X atau Milenial yang lebih tua. Generasi Z lahir pada awal Abad ke-21, dan menjadi generasi pertama yang tumbuh dengan akses Internet dan teknologi digital sejak usia muda.
Dalam kutipan wilkipedia Generasi Z, sering disingkat menjadiPada beberapa tahun ini ada gejala sosial yang menimpa Gen Z ini, salah satunya Pengangguran. Fenomena pengangguran yang menyelimuti Gen Z menjadi sebuah headline besar di media atau di berbagai paltform media sosial Republik ini dan tak hanya menjadi pemberitaan hangat semata tanggapan masyarakat media sosial atau nitizen, pegiat sosial, ahli sosial dan Pejabat republik baik dikanal Youtobe dan Media Televisi cukup tajam terhadap masalah fenomena sosial ini yaitu pengangguran oleh Gen Z.
Kenapa ini menjadi topik atau headline yang hangat pada data BPS bahwa periode 2020-2030 Indonesia mengalami bonus demografi, dan puncaknya pada 2030-2040 usia produktif menyentuh 70% dari populasi jumlah penduduk kemudian Dikutip dari White Paper Vocational Education Policy Vol.1 No 4 (2019), pada halaman artikel Arie Wibowo Khurniawan dan Gustriza Erda, disebutkan bahwa Indonesia diprediksi akan mengalami era bonus demografi pada tahun 2030- 2040.
Perlu kita ketahui bersama Bonus Demografi adalah bonus demografi ditandai dengan lebih besarnya jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun), dibandingkan dengan jumlah penduduk usia tidak produktif (usia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).
dari konteks ekonomi bahwa bonus demografi memiliki keuntungan dan mamfaat yang sangat luar biasa untuk Negara yang di kutip dari artikel Universitas Islam An Nur Lampung bahwa akan terjadinya angka kerja produktif akan mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, komsumsi domestik, Potensi dan Inovasi kewirausahaan, meningkatkan PDB dan banyak jurnal membahas tentang bonus demografi sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Namun disisi lain sebenarnya bonus demografi pisau bermata dua, ada mamfaat dan ada ancaman jika tidak dikelola dan tidak disikapi dengan bijaksana oleh pemerintah.
“jumlah penduduk yang besar memang merupakan potensi pembangunan yang besar, tapi juga harus disadari bahwa hanya dengan jumlah yang besar saja, bukanlah jaminan bagi berhasilnya pembangunan. Peningkatan penduduk yang besar tanpa adanya peningkatan kesejahteraan justru dapat merupakan bencana. Dapat menimbulkan gangguan terhadap program-program pembangunan yang sedang kita laksanakan bersama, dan dapat pula menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi generasi-generasi yang akan datang” (Burhan, 2017:8).
Inilah yang menimpa Republik ini pengangguran dialami oleh Gen Z. Di tilik dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa hampir 10 juta penduduk Indonesia generasi Z berusia 15-24 tahun menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Bila dirinci lebih lanjut, anak muda yang paling banyak masuk dalam ketegori NEET justru ada di daerah perkotaan yakni sebanyak 5,2 juta orang dan 4,6 juta di pedesaan. Fenomena maraknya pengangguran di kalangan Gen Z menjadi ancaman serius bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. Gen Z adalah mereka yang lahir pada 1997 hingga 2012.
Adapun faktor penyebab pengangguran yang dialami oleh Gen Z Pakar ekonomi dan bisnis Universitas Indonesia, Prof Omas Bulan Samosa, mengatakan faktor utama tingginya tingkat pengangguran gen Z disebabkan ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan permintaan tenaga kerja. Akibatnya, kompetensi lulusan tidak sejalan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini kemudian Tim Jurnalisme Data Harian Kompas terhadap data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Februari tahun 2009, 2014, 2019, dan 2024 menunjukkan adanya tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Pekerja sektor formal yang dimaksud adalah mereka memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum. Selama periode 2009-2014, lapangan kerja yang tercipta di sektor formal menyerap sebanyak 15,6 juta orang. Jumlah ini menurun menjadi 8,5 juta orang pada periode 2014-2019, dan kembali merosot pada periode 2019-2024 menjadi 2 juta orang. Disamping ini tuntutan persyaratan dunia kerja seperti dengan ketentuan memiliki pengalaman luar biasa, tampil menawan a b c dan d salah satu faktor penyebab dan juga mungkin ada faktor-faktor lainnya seperti motivasi, lingkungan kerja, gengsi masih pilih-pilih pekerjaan dan lainnya sehingga Gen Z menganggur tidak melakukan kegiatan yang produktif. Tentunya apa yang disepakati elit Republik ini Indonesia Emas 2045, bisa-bisa hanya sebuah mimpi di siang bolong.
Bagaimana Solusi yang bijak dalam mengatasi masalah ini secara sederhana salah satunya membuka lapangan pekerjaan sebesar-besaranya, menarik investor asing dan dalam negeri untuk buka pabrik, mungkin mengganti kurikulum dengan penyederhaan dan sesuai dengan kebutuhan kerja, melalukan kerja sama antara dunia pendidikan dan perusahaan swasta dan perusahaan negera, dimana nantinya sektor perusahaan tersebut sebagai wadah tempat bekerja, memberikan fasilitas dan kemudahan kepada orang-orang yang ingin bekerja di dunia digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H