Pada 92 tahun yang lalu silang kita menyaksikan peristiwa sakral yaitu sumpah pemuda yang merupakan tonggak utama gerakan kemerdekaan di bumi pratiwi. Segala jenis ide, pemikiran, latar belakang, identitas yang berbeda dan segala peristiwa fisik dan non fisik mewarnai perjuangan sampai titik kemerdekaan. Rekaman Jejak tersebut tidak bisa kita pinggirkan begitu saja. Hal ini bisa menjadi dasar kekuatan persatuan yang mengkokoh cita-cita bersama yaitu ingin Hidup merdeka “freedom”.
Sekarang kita sudah menikmati kemerdekaan atas ikhtiar dan rahmat dari Allah SWT walaupun kita sudah merasakan kemerdekaan tetapi masalah dan tantangan negara berbeda yang dulu dan sekarang. Zaman yang semakin menuju kemajuan dari segala bidang tak diiringi dengan karakter bangsa yang harus menunjukan kematangan karakter namun sebaliknya malah karakter bangsa semakin hari semakin menipis.
Kasus kenakalan anak remaja tidak pernah pudar setiap laman platfom media selalu kita membaca berita yang harukan dan mengerikan seperti laporan dari JPPS (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia) menyebut kekerasan di sekolah masih tumbuh subur. Sepanjang 2024, terdapat 293 kasus kekerasan di sekolah dan 4 remaja sebagai pembunuh dan pemerkosaan siswi di palembang dan lumrah kita melihat anak ditingkat SMP, SMA dan Kuliah berkerja sampingan sebagai wanita penghibur. Disisi lain generasi tua yang seharusnya sebagai contoh dan panutan generasi muda secara langsung menguburkan mimpi dan masa depan mereka pemerkosaan, pembunuhan dan asusi lainnya. Teknologi digital bukan sebagai kesempatan meningkatkan inovasi dan ladang literasi pengetahuan untuk generasi muda namun sebagai ruang menguburkan mimpi dan cita-cita atau media perusak. Konten yang tampil bukan ke arah edukasi dan motivasi lebih ke arah drama, penghinaan, pembulian dan hal-hal menyeleneh bahkan secara vulgar mempromosikan judi online dan prostitusi online. Menjadi pertanyaan untuk saya pribadi mungkin untuk pembaca juga, bagaimana seandainya yang melihat generasi yang masih halus atau dibawah umur? Apa yang mereka lakukan? Apakah ini salah satu faktor penyebabnya generasi emas dan generesi di bawah umur melakukan tindakan yang diluar etika, sehingga menyebabkan semakin memudarnya etika anak-anak bangsa atau kenakalan anak remaja? Apakah mereka sesungguhnya perusak bangsa kedepan? Apakah mereka sebenarnya korban dari lingkungan yang tidak peka tidak melihat secara fundamental masalah anak remaja? Sangat berdosa jika orang anda memposting konten vulgar kemudian yang melihatnya anak-anak di bawah umur sebab sosmed biasa di akses siapapun tanpa ada ketentuan khusus. Merusakan generasi sekarang dan selanjutnya tentu mereka akan menirunya dan melakukan hal yang sama “pasti” bahkan bisa melebihi apa yang mereka tiru.
Rusaknya karakter anak bangsa jauh dari apa yang diharapkan oleh para pemuda dan pemudi dulu ketika mereka bersumpah atas mimpi-mimpi mereka dan sekarang mimpi mereka bukan diwujudkan hanya sekedar mimpi saja, jauh dari harapan, jauh dari identitas bangsa dan mengikis secara pelan-pelan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H