Mohon tunggu...
Barliy Brasila
Barliy Brasila Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Dosen MKDU, Ilmu Sosial dan Politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tapera Perlu Dipertimbangkan

7 Juni 2024   11:04 Diperbarui: 7 Juni 2024   23:09 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapera singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat. Jika Kita pantau sumber hukum penyelenggara Tapera ialah UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1, yang mana penjabarannya menyatakan "setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Dan buat dalam bentuk UU penyelenggaraan UU No. 1/2011 tentang Perumahan & Kawasan Pemukiman dan UU No. 4/2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat  serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Secara defenisi yang dimaksud dengan Tapera ditungkan pada pasal 1 PP No 25 Tahun 2020 penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah Kepesertaan berakhir dan tujuan dari Tapera ialah membantu para pekerja dalam memperolah pembiyaan untuk memiliki rumah. Bedasarkan PP No 21 Tahun 2024, besaran simpanan atau iuran Tapera yakni 3% dari gaji atau upah Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Pembagian iuaran sebesar 0,5% oleh lembaga dan Pekerja sebesar 2,5%. Sementara besaran simpanan untuk Peserta Pekerja Mandiri ditanggung sendiri sebesar 3%.

Siapa yang menjadi objek atau peserta Tapera? pasal 5 PP Tapera menyatakan setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera dan Peserta terdiri dari Pekerja dan Pekerja Mandiri.

Dari penjabaran aturan ditapsirkan kebijakan Tapera merupakan kebijakan iuran rakyat yang sama seperti BPJS Kesehatan, Ketenagakerjaan dan lainnnya. Kebijakan yang mencakup semua kalangan pekerja baik pekerja formal dan informal seperti ASN, TNI-Polri, Pegawai BUMN, Pegawai Swasta bahkan Ojol, Pedagang Kaki Lima dan freelancer. Isu Kebijakan ini menuai pro dan kontra namun lebih banyak kontrak atau penolakan masyarakat ada beberapa poin penolakan terhadap kebijakan Tapera, Pertama, seperti penyataan saya dari awal, tafsiran aturan mewajibkan bagi semua pekerja berbagai latar belakang apapun yang memiliki upah minimum. Kedua, menurut data BPS 2017-2021 pengeluaran masyarakat naik setiap tahun sebulan perlu 1,26 juta untuk konsumsi makanan dan non makanan dan Survei Biaya Hidup (SBH) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, biaya hidup atau konsumsi rata-rata per rumah tangga per bulan di Indonesia melampaui besaran upah minimum provinsi (UMP) di sejumlah wilayah. Hal ini dapat kita dilihat biaya pendidikan, kesehatan dan ekonomi terus naik. Kesenjangan pendapat dan pengeluran tidak seimbang. Ketiga,  kebijakan ini sangat rawan dikorupsi, bisa dilihat dari rekam jejak kebijakan yang serupa seperti BPJS, Jiwasraya, Asabri dan Pajak artinya trust atau tingkat kepercayaan terhadap kebijakan ini sangat rendah dan buruk. Keempat, saya melakukan riset kecil-kecilan di kanal WA grub kelas mengenai Kebijakan Tapera  kepada Mahasiswa dari 80 mahasiswa yang tidak setuju terhadap kebijakan ini 39 orang sisanya tidak menjawab.

Jika kita lihat dari pendapat Thomas R Dye, dalam Understanding Public Policy, menyatakan bahwa whatever government chooses to do or not to do (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan). Pendapat tersebut mengandung implikasi menurut Awan Y Abdoelleh dan Yudi Rusfiana (2016:18), kebijakan pemerintah senantiasa ditujukan kepada kepentingan seluruh anggota  masyarakat dan ditinjau secara kata kebijakan berkaitan erat dengan kebijaksanaan yang menunjukan kepada tindakan yang ideal dilakukan oleh pemerintah.

Apakah kebijakan ini relevan dengan kondisi sosial dan ekonomi sekarang dan apakah kebijakan ini ideal untuk diimplentasikan? Dihitung secara matematika sangat jauh dari kata ideal "ngawur", jika iuran tapera dicairkan saat usia pensiun atau risegn kerja selama 30-40 tahun bekerja paling hanya bisa DP rumah atau renovasi rumah. Bagaimana masyarakat sudah KPR? Bagaimana masyarakat sudah memiliki rumah? Jawaban ini sampai tulisan ini diterbitkan belum ada jawaban dari pemerintahan. Dilain sisi harga tanah setiap tahun naik, apalagi di daerah urban ketersedian lahan sangat minim, penyebab harga tanah meningkat. Ketimpangan antara pendapatan dan pengeluaran tidak seimbang akibat tuntutan kebutuhan layanan pokok masyarakat terus meningkat setiap tahunnya, perbaikan standar hidup yang layak masyarakat perlu diperbaiki dan dari data yang disampaikan diatas tingkat korupsi rawan. Seyoganya kebijakan ini untuk sekarang tidak rasional atau dipertimbangkan secara matang dan  jauh dari kata tindakan atau langkah kebijaksanaan oleh pemerintah sebab yang baiknya diperbaiki manajemen kelembagaan yang lebih transparansi, akuntabel dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran agar mencegah terjadinya tindakan korupsi dan standar hidup masyarakat sekali lagi perlu diperbaiki dari pendapatan dan pengeluaran perbulan terutama masyarakat kelas bawah agar mereka dapat surve dengan masyarakat kelas menengah dan atas kemudian harus ada strategi yang terukur untuk menekan inflasi di daerah-daerah yang menyebabkan lesunya ekonomi. Perlu kita ketahui bersama negara tetangga Singapura, Malaysia, Thailand dan Negara Asia lainnya memiliki kebijakan serupa tabungan rumah rakyat tetapi mereka sudah mempersiapkan secara matang untuk menghadapi kebijakan ini sementara negara kita belum secara kuat untuk berhadapan langsung dengan kebijakan Tapera.

Abdoelleh Awan Y dan Rusfiana Yudi. 2016. Teori dan Analisis Kebijakan Publik. Bandung. Penerbit Alfabet

10 Kota dengan Biaya Hidup Tertinggi di Indonesia, Jakarta Teratas: Databoks. (n.d.). Retrieved from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/12/13/10-kota-dengan-biaya-hidup-tertinggi-di-indonesia-jakarta-teratas

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun