Kata kampus sendiri sering kita temui istilah familiar yang tidak asing lagi bagi indra masyarakat dari berbagailapisan untuk ikut serta dalam membangun anak muda bangsa, sebagai tempat untuk menimba ilmu dalam tingkatan yang lebih tinggi dengan menjadi akademis yang sangat di nanti oleh masyarakat madani (civil society).
Bahkan kampus sudah menjadi anggapan miniatur negara, karena transformasi akademik maupun metodologi dan tingkatan di dalamnya yang berbeda dengan tingkatan sekolah menengah ke bawah dan sebagainya. Begitu pula hal yang fardu untuk melihat kondisional latar belakang mahasiswanya yang berbeda-beda, penyediaan fasilitas sudah menjadi tanggung jawab dari pengelola kampus untuk kebutuhan mahasiswa terpenuhi. Terkhusus oleh mahasiswa yang berkebutuhan khususyang kerap merasa tidak tenang untuk menjalani hak pendidikannya di karenakan merasa takut akan berkembang tanpa akses pendukungnya. Pada umumnya, masyarakat hanya mengetahui tentang bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbelakangan sosial tetapi penyandang disabilitas sangat punya hak yang sama dengan mahasiswa lainnya. Hal ini seringkali membuat para penyandang disabilitas dipandang remeh sebelah mata dan menjadi suatu masalah yang begitu berat bagi mahasiswa difabel tersendiri. Sebagai perguruan tinggi yang inklusif, sifatnya begitu wajib untuk memberikan ruang yang sama terhadappenyandang disabilitas, beberapa mahasiswa yang melanjutkan jenjang ke perguruan tinggi yaitu mereka yang secara intelektualnya tidak menjadi hambatan meskipun secara fisik termasuk difabel, seperti tunanetra, tunadaksa, dan tunarungu. Oleh karena itu, berpegang tangan bersama untuk memenuhi hak sosial untuk penyandang disabilitas secara emosional, serta menyediakan kesempatan untuk penyandang disabilitasuntuk melanjutkan kegiatan intelektualnya yang belum semua hak sudah di dapatkan, diantaranya kebutuhan mereka yang belum semestinya terpenuhi demi kenyamanan mahasiswan UIN SGD Bandung sepenuhnya tanpa memandang latar belakang apapun.
Hak mereka untuk aksesbilitas masih menjadi pertanyaanbesar, dan butuh waktu tidak cepat bagi difabel untuk ikut mengakses fasilitas yang sudah di sediakan, menjadi perhatian lagi ketika masuk ke gedung perkuliahan pun begitu sulit dan sekedar menuju tempat ibadah punmenjadi permasalahan yang begitu keras bagi penyandangdisabilitas. Sebagaimana yang sudah di rancang pemerintah, dengan membuat kebijakan dengan membuat peraturan perundang-undangan tentang hak-hak kaum difabel seperti UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama tentang pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.Dengan demikian, penyadang disabilitas mempunyai sumber daya berharga di setiap pengambilan kebijakanmencipatakan lingkungan belajar aksesibel untuk seluruh mahasiswa. Terlebih untuk menyamaratakan mahasiswa dengan membangun aksesbilitas lebih berprikemanusiaan kepada sebagai pejuang akademisi.
Penjaminan atas pemenuhan hak Pendidikan penyandang disabilitas sudah tercantum di undang-undang dengan garis besar untuk di implementasikan di kampus kita terrcinta ini. Terdapat 3 mahasiswa baru penyandang disabilitas yang di terima oleh UIN SGD Bandung dan masih. ada beberapa mahasiswa lagi penyandang disabilitas (suakaonline, Agustus 2023). Akan tetapi, masih belum ada regulasi pasti yang untuk penyandangdisabilitas di UIN SGD Bandung, hal ini sangat rentan akan diskriminasi terhadap difabel untuk memperoleh hak-hak personal masing-masing mahasiswa. Selayaknya kita sebagai pejuang bangsa dengan menggali nilai-nilai kebudayaan Nusantara dan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar untuk menghormati penyandang disabilitas yang harus kita pandang dengan tidak sebelah mata. Berakar dari sifat normalitas terhadap penyandang disabilitas sudah harus di hapuskan dari dominasi pola pikir mahasiswa, memandang sinis disabilitas sebagai cacat dalam kondisi kehidupan. Seharusnya menjadi tanggung jawab besar pengelola kampus dalam menyetarakan penyandang disabilitas, sehingga difabel merasa terpenuhi atas hak-haknya.
Bagaimana tidak, mereka dianggap tidak mampu melakukan pembelajaran yang bisa dilakukan orang pada umumnya karena keterbatasan yang menyertai mereka di ruang akademisi. Untuk itu, kesetaraan terhadap penyandang disabilitas sangatlah ikut andil dalam kegiatan akademis difabel, lumayan banyak dan hampir hak penyandang disabilitas belum terpenuhi di kampus kita. Lebih mirisnya lagi, selain menuju gedung kelas perkuliahan ternyata di tempat ibadah pun belum ada aksesbilitas sampai saat ini. Difabel mempunyai hak yang sama, mereka berhak memiliki akses yang setara dalam kondisi akademisi. Selain itu juga, kerelaan orang-orang mempunyai kompetensi dalan berperilaku adil untuk berjuang membantu penyandang disabilitas. Dari hal sederhana, ketersediaan aksesbilitas masih kurang dari selayaknya untuk menunjang mahasiswa difabel.
Anggapan pribadi tentang stigma menjadi salah satu tantangan berat selaku penyandang disabilitas. Maka, stigma yang berpusat untuk penyandang disabilitas patut dikasihani hanya karena memiliki keterbatasan sosial.Akibatnya masyarakat penyandang disabilitas kerap sekali mendapatkan perlakuan diskriminasi. Maka, alangkah baiknya membangun terlebih dahulu fasilitas yang berdampak untuk fisik mahasiswa; dengan jalur guilding block, ramp, lift prioritas dan berbagai hal lainnya.Menjadi tanggung jawab besar untuk pengelola kampus, khususnya rektor UIN SGD Bandung untuk menyegerakan pembangunan akses untuk penyandang disabilitas supaya tidak ada kesenjangan sosial antar mahasiswa dan bisa mengakan kehormatan difabel di UIN SGD Bandung. Maka, dari penyebutan masalah penyandang disabilitas diatas; sebagai bentuk penghormatan kepada difabel alangkah baiknya menjunjung tinggi kebersamaan atas hak-hak yang dirasa harus di penuhi oleh pihak kampusdengan melihat latar belakang mahasiswa. Berkaitan dengan kesenjangan fasilitas ini, berharap pihak kampusmembenahi kebijakan demi menunjang segala bentuk kebutuhan mahasiswanya. Solusi yang di tawarkan untuk mendedikasikan tulisan opini ini dengan pihak kampus lebih mempertimbakan kembali skala prioritas supaya pemenuhan hak mahasiswa lebih di perhatikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H