Mohon tunggu...
Imam Aziz
Imam Aziz Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menulis demi birahi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Makna Kata "Enggan" & "Tidak" Begitu Pula Jiwa Indonesia

16 September 2014   14:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:33 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memulai sebuah cerita dengan suatu yang mengada-ada hal yang sangat ku benci. Kebenaran dan realitas adalah suatu bentuk seni kejujuran yang mulai memudar di negri ini, korupsi, dan segala macam tindakan para anggota keperintahan yang sangat idak bertanggung jawab menjadi pemandangan yang sangat sudah tidak asing di mata rakyat indonesia.

Begitu juga dengan hukuman yang sangat tidak layak (memberi kesan terlalu mewah dll ) penjara hanyalah suatu bentuk kamar persegi empat dengan fasilitas memadai yang belum tentu juga rakyat miskin di indonesia bisa menikmati itu semua. Penjara hanyalah suatu ajang tongkrongan sederhana sebelum mereka (para mafia hukum) keluar dan melakukan hal yang tidak bertanggung jawab kembali.

Mulai dari pendidikan formal yang hanya memberi pendidikan akademis yang utama di sambut pendidikan sosial dan ahlak yang sangat minim membuat anak bangsa semakin buta saja. Buta dalam melakukan suatu tindakan jika sudah melihat uang, yah maklum saja karena pendidikan di idonesia memang hanya mengejar nilai akademis yang tinggi dan tentunya setelah mereka lulus mereka hanya akan mengejar akademis perekonomian yang tinggi pula, tidak memperdulikan tanggung jawab, nilai sosial, dan budi pekerti. Yang penting hanyalah uang, uang dan uang.

Jika pemikiran semua rakyat di indonesia seperti itu semua, bisa anda bayangkan bagaimana sebuah tikus memakan tikus, dan kucing yang mulai berevolusi menjadi kucing bergigi besar dengan telinga besar dan kaki yang mulai memendek yang suka berjalan diantara lubang suatu permasalahan, menggerogoti kabel lampu penerangan agar saat mencuri makanan kucing yang sebenarnya tidak terlalu memperhatikan. Kucing menjadi tikus dan tikus memakan tikus, hanya seperti itu dan seterusnya.

Lalu bagaimana agar para koruptor di indonesia bisa merasa enggan untuk melakukan korupsi? Kenapa enggan? Kenapa bukan “bagaimana cara agar pejabat di indonesia tidak melakukan korupsi?” jika banyak orang untuk memilih pertanyaan yang kedua, saya kira masyarakat indonesia harus menjalani pendidikan budi pekerti dan ahlak yang lebih lagi.

Jika memperhatikan pertanyaan yang kedua (“bagaimana cara agar pejabat di indonesia tidak melakukan korupsi?”) itu sangat berkesan memaksa dan mungkin saja bisa bermakna bagaimana cara agar tidak mengulangi dll. Bisa saja kata “tidak melakukan” bisa terwujud dengan cara menghukum mati pejabat yang melakukan tindakan korupsi, tapi itu juga tidak bisa dilakukan karena masih berlakunya hak asasi manusia. Walaupun ada ancaman dihukum matipun saya yakin masih ada salah seorang atau salah kedua, ketiga, dan lainnya yang masih melakukan tindakan korupsi.

Lalu bagaimana dengan pertanyaan “bagaimana cara agar pejabat di indonesia enggan melakukan korupsi?” saya rasa itu adalah pertanyaan yang sangat tepat dan bagus. Dengan mendengar kata “enggan” pasti hal itu langsung tertuju pada perasaan dan hati. Dengan menanamkan rasa enggan untuk melakukan tindakan pidana, saya rasa pemerintah tidak perlu kebingungan untuk menetukan hukuman apa yang pantas diganjarkan bagi para tindak pidana korupsi.

Rasa enggan bisa tertanam dengan cara memberikan pendidikan budi pekerti dan ahlak yang cukup bagi generasi bangsa indonesia saat ini. Dengan kata “enggan” semua terselesaikan. Tidak hanya korupsi, bahkan tindakan kriminal yang kecilpun akan teratasi dengan menanamkan jiwa ke engganan pada generasi bangsa tanah air indonesia ini.

Lalu bagaimana cara menanamkan rasa enggan untuk melakukan tindakan tidak bertanggung jawab? Saya rasa itu adalah pertanyaan yang tidak perlu saya jawab. Banyak sekali psikolog handal dan para guru besar yang mampu menjawab hal itu.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun